Sejak Ari dibelikan peralatan gambar, dia selalu berada di mejanya. Dia sudah jarang memegang sepedanya. Keseringannya Ari menggambar anak yang suka mengambil mainan, yang dia lihat di dalam sumur. Karena akhir-akhir ini anak itu sering muncul di kamarnya. Seperti malam ini, saat Ari sudah berada di dalam selimutnya. Matanya hampir terpejam. Dia setengah tidur. Masih bisa dia lihat ruangan kamarnya. Dan anak itu muncul di sana, di tengah ruangan. Biasanya setelah itu Ari tidak ingat lagi sampai dia terbangun. Tapi kali ini Ari ingin benar-benar terjaga. Dia berusaha untuk duduk. Dia lihat anak itu berdiri di depannya. Anak itu memakai baju dan celana putih. Rambutnya jarang, giginya tonggos, mata dan telinganya lebar. Kakinya agak panjang dan banyak bulunya. Di dua tangannya dia memegang sesuatu. Itu mainan Ari. Mainannya yang sudah lama hilang. Setelah itu Ari tidak ingat lagi sampai ibunya membangunkannya.
“Bangun Ari, itu susu kamu sudah di meja,” kata ibu Ari sembari membereskan selimut.
Ari mengusap matanya. Dia masih sedikit ngantuk.
“Lho ini mainan kamu yang lama kok ada di sini?” Ibu Ari heran memandang ke lantai. Tapi setelah itu dia berjalan ke pintu membawa baju kotor Ari.
“Nanti siang ada simbok baru datang ke sini,” kata ibu Ari lagi sambil menutup pintu.
Ari cepat-cepat duduk. Dia pandangi lantai kamarnya. Ada dua mainan di sana. Mainan pesawat terbang dan mobil-mobilan. Tadi malam anak itu berdiri di situ membawa mainan ini. Ari bergegas ke mejanya. Dia buka buku gambar dan mulai mencorat-coretkan pensilnya. Kali ini dia begitu serius menggambar. Anak yang suka mengambil mainan itu begitu jelas dalam pikirannya.
Malam-malam berikutnya Ari tidur pulas. Anak itu sudah tidak datang lagi. Hingga suatu saat Ari terbangun dari tidurnya. Suara dari arah sumur membangunkannya. Suara sapu lidi. Sepertinya ada yang menyapu pakai sapu lidi di sumur. Pelan Ari turun dari ranjang, dia pikir ini sudah pagi, simbok yang baru sudah mulai menyapu. Tapi saat lihat jam dinding, ternyata masih jam 2. Langkah Ari tertahan. Dia lirik jendela. Di balik tirai itu gelap, tanda lampu di area sumur tidak dinyalakan. Ari masih berdiri. Apa mungkin simbok menyapu malam-malam dengan lampu padam? Penasaran, Ari membuka tirai. Memang bener, di remang area sumur ada mbok-mbok sedang menyapu pakai sapu lidi. Seperti simbok yang baru itu. Pakai jarik dan kebaya. Tapi yang ini rambutnya tergerai. Dan kakinya panjang dan berbulu. Spontan Ari berlari menuju ranjangnya. Dia tutup kepalanya dengan bantal. Suara sapu lidi itu masih terdengar. Ari berusaha memejamkan matanya. Dia paksa untuk tidur. Hingga pagi ibunya membangunkannya. Saat Ari meminum susunya dia mendengar percakapan ibunya dan simbok di sumur. Simbok mengadu ke Ibunya, sudah 3 kali sapu lidi selalu tergeletak di pinggir sumur, padahal dia selalu menyimpannya di depan pintu dapur.
“Saya nggak pernah makai Mbok, Simbok kali lupa,” kata ibu Ari sembari menaruh baju kotor.
“Saya selalu simpen di depan pintu Bu, ya mana mungkin ada tikus bisa narik sapu ke sumur,” kata simbok serius.
“Kok bau rokok ya mbok?” kata Ibu Ari saat berdiri di sebelah sumur.
“Bapak kali Bu, tadi ngrokok? Kata simbok asal tebak.