Komplotan Tidak Takut Hantu

Mohamad Novianto
Chapter #7

Bab 6 : Permata + Harindra = Matahari

Siang ini hujan deras. Ari dan Tata memandangi bulir-bulir yang berjatuhan di jalanan. Warung bakso itu pun sepi. Hanya Ari dan Tata duduk di pojokan. Tempat itu serasa jadi milik mereka. Apalagi setelah benar-benar tidak ada komunikasi selama beberapa hari. Pertemuan ini seperti obat rindu layaknya hujan yang menyiram rumput jalanan. Setelah selesai dengan bakso favorit mereka, lama mereka terdiam. Tak terpikirkan mengenai hal-hal yang selalu mereka bicarakan.

“Eh, nama lengkap kamu siapa sih?” suara Tata pelan memecah kebisuan.

“O iya, kita belum kenalan ya,” Ari tersenyum lepas sedikit bercanda. Dia juga merasa aneh, selama ini mereka tidak tahu nama lengkap masing-masing.

“Namaku Harindra,” Ari mengulurkan tangannya.

Tata menyambutnya,” Hari… siapa?” tanya Tata agak geli karena dia susah mengucapkannya atau karena suara hujan yang begitu deras di luar sana.

Ari pun mengeluarkan buku kecil dan pensilnya. Dia tuliskan namanya besar-besar di sana.

HARINDRA

“Nama kamu siapa?” sekarang Ari balik tanya.

Tata mengulurkan tangannya,” namaku Permata,”

Ari pun menyambut tangan Tata. Lalu Tata mengambil pensil Ari dan menuliskan namanya besar-besar di bawah tulisan Ari.

PERMATA

Mereka berdua pun tertawa. Geli dengan tingkah mereka sendiri. Lalu Tata mengamati lama tulisan mereka di buku Ari. Dia ambil pensil Ari dan mulai melingkari nama Ari di bagian HARI. Lalu dia lingkari namanya di bagian MATA. Dia tambahkan tanda + dan tanda =. Lalu dia dia tulis besar-besar di bagian bawah.

MATAHARI

Lama meraka berdua mengamati buku Ari yang terbuka di meja. Kali ini bukan perasaan geli. Tapi mereka merasa ada sesuatu yang spesial dengan nama mereka.

Hujan pun mereda. Matahari mulai menyembul di balik sisa mendung. Satu jam berlalu terasa masih kurang buat Ari dan Tata bertemu.

“Ari, kita akan selalu ketemu di sini kan?” kata Tata lirih di sisa waktu mereka.

“Iya,” jawab Ari pendek

“Sampai kapanpun?” tanya Tata. Dia tersenyum kecil. Kayaknya pertanyaannya terlalu konyol.

“Sampai kapan pun.” Ari menjawabnya serius.

“Ntar SMA kamu mau kemana?” Tata masih berpikir apakah masih bisa ketemu Ari saat SMA nanti. “Aku mau masuk SMA favorit.”

“Aku juga mau masuk ke sana,” jawab Ari cepat.

“Beneran?” kali ini Tata serius menatap Ari.

“Beneran. Kan papaku guru di situ. Dia guru fisika. Sekarang lagi diusulkan untuk jadi Kepala Sekolah.”

“Kita akan selalu saling dukung kan?” Mata Tata berbinar-binar.

“Iya, kita akan saling dukung,” Ari menatap mata itu lekat.

Lihat selengkapnya