Pagi-pagi Ari sudah datang ke sekolah. Penjaga sekolah baru saja membuka gerbang. Wira pun muncul dengan vespanya. Sesuai rencana, Ari yang akan berurusan dengan sosok kaki kuda. Karena hanya dia yang bisa melihat sosok itu. Wira akan berjaga-jaga di dekat parkir. Bila Ari belum muncul, berarti dia belum selesai dengan urusannya. Saat itu kalau Tata sudah datang, Wira harus cari akal untuk mengulur waktu agar Tata tidak sampai ke kelasnya dulu. Ari sengaja tidak memberi tahu Tata. Dia tidak ingin Tata khawatir. Sementara Nara dan Toha secepatnya harus menemukan alamat sesepuh orang berbaju putih bernama Mbah Soma yang diberikan kakek Nara. Nara dan Toha terpaksa harus terlambat datang ke sekolah. Saat Nara nanti bisa bertemu Mbah Soma, Toha akan memberi Ari miss call, tanda agar Ari bisa bertindak.
Sudah berkali-kali Nara melirik jam tangannya. Dia ada di belakang kemudi. Mobilnya terparkir di pinggir jalan. Di tempat itu dia janjian sama Toha. Tak berapa lama, Toha muncul dengan tergopoh.
“Sori Ra, tadi angkotnya ngetem lama banget,” kata Toha setelah masuk mobil di sebelah Nara.
“Kita harus cepat menemukan alamat Mbah Soma,” kata Nara agak kesal. Dia sudah menginjak keras gas mobilnya.
Alamat Mbah Soma agak jauh di pinggir kota. Mobil Nara kencang masuk tol. Toha mulai khawatir dengan cara Nara mengendarai mobil. Dia pun segera memakai sabuk pengaman.
Sementara Ari sudah berdiri tak jauh dari kelas Tata. Tapi tidak seperti kemarin, di bangku Tata dia tidak melihat sosok kaki kuda. Ari sempat mendekat ke jendela kelas. Kelas itu masih kosong. Ari tidak melihat tanda-tanda adanya sosok itu. Lalu ada murid kelas 9-1 yang datang pagi memandangi Ari seperti orang linglung melongok-longok jendela di kelas kosong. Ari pun agak menjauh. Dia pura-pura sedang membaca majalah dinding tapi pandangannya tetap mengarah ke kelas Tata. Dia sempat melirik ke saku bajunya. Bungkusan merah kecil masih ada di sana. Satu tangannya ada di saku celana. Ponselnya ada di sana. Dia akan menunggu satu getaran tanda miss call dari Toha. Tapi sampai sekarang dia tidak melihat sosok kaki kuda.
Mobil Nara sudah keluar tol. Toha memegangi ponsel Nara yang ada GPS-nya. Tapi sudah berputar-putar di area itu, mereka tidak menemukan alamat yang dimaksud. Nara dan Toha pun mulai khawatir. Ini hampir jam 6 pagi. 1 menit lagi mereka harus sampai di alamat itu. Toha mulai bertanya ke orang-orang yang ditemui di jalan, tetapi tidak ada yang tahu keberadaan alamat itu. Saat Toha sedang bertanya pada satu orang di jalan, dia melihat satu mobil minibus melintas. Toha melihat beberapa orang ada di dalam, semua memakai baju putih. Toha pun berlari masuk ke mobil Nara. Dia meminta Nara untuk mengejar mobil yang dilihatnya tadi.
Ari melihat jam tangannya. Ini sudah jam 6 lebih. Ponsel Ari belum bergetar. Sementara dia belum juga melihat sosok kaki kuda. Ari mulai cemas. Beberapa kali dia menoleh ke arah Tata biasa jalan menuju ke kelasnya. Satu dua murid sedang lewat situ. Ari berharap Tata masih lama lewat situ. Tapi di sana Ari justru melihat Wira lari terbirit ke arahnya.
“Ri! Si Tata Ri! Si Tata…!” teriak Wira saat dia sudah dekat dengan Ari.
“Tata kenapa?” Spontan Ari berlari ke arah Wira.
“Si Tata Ri,” kata Wira terengah. “Dia diseret di tempat parkir.”
“Sama kaki kuda?” tanya Ari tegang.
“Gue nggak tahu. Pokoknya dia diseret. Sebelumnya gue denger suara kaki kuda,” kata Wira lagi.
Tanpa pikir panjang Ari berlari sekencangnya ke arah parkir. Wira mengikutinya dari belakang.
Nara sudah menjalankan mobilnya di atas 70 km/jam. Beberapa pengendara di jalan itu terlihat marah melihat mobil Nara yang melaju kencang. Mobil yang dimaksud Toha pun sudah terlihat di depan. Mobil itu berbelok ke jalan sempit. Mobil Nara pun sudah memasuki jalan itu. Jalan tak beraspal dan berbatu. Di kanan kiri jalan hanya ada kebun jagung. Nara masih mengemudikan mobilnya kencang. Nara dan Toha pun jadi terguncang-guncang di dalam mobil. Tapi Nara harus mengejar mobil yang ada di depannya.
Ari menghentikan larinya. Dia sudah sampai di tempat parkir. Belum banyak mobil yang parkir di sana. Tapi dia tidak melihat Tata.