Wira membantu Ari berbaring di UKS. Wira sempat perhatikan ada goresan-goresan merah di leher Ari.
“Ri, leher lo ada bekas merah-merah,” kata Wira.
“Iya agak sakit. Dia tadi nyekik gue” kata Ari sembari meraba lehernya yang agak bengkak.
“Si kaki kuda?”
“Iye.”
Ari dan Wira menghentikan pembicaraan, karena sorang petugas PMR yang piket masuk ruang UKS. Ari pun mengencangkan kerah bajunya agar tak terlihat gorena-goresan di lehernya. Lalu si petugas PMR ingin memeriksa Ari.
“E… Dia nggak apa-apa,” kata Wira,”Cuma kecapekan, butuh baring doang.”
“O… Tapi itu kerahnya jangan kekencengan,” kata si petugas.
“E… Itu karena tadi dia kedinginan,” kata Wira ngasal.
Si petugas PMR keluar ruangan agak sewot. Wira pun menyarankan Ari segera minta ijin pulang untuk istirahat di rumah. Lalu Ari diantar Wira ke depan sekolah. Ari pun pulang naik taxi.
Sore hari, Ibu Ari pulang. Dia langsung menuju kamar anaknya, karena di sekolah tadi ada yang menyampaikan Ari ijin pulang karena sakit. Ibu Ari menemukan Ari terbaring di balik selimut. Dia memeriksa anaknya. Badannya agak panas. Lalu dia perhatikan leher Ari yang dibelit kain.
“Itu kenapa lehernya?”tanya ibu Ari.
“Nggak kenapa-kenapa Ma. Cuman dingin,” kata Ari menutupi.
“Dingin bagaimana! Orang badan kamu panas begini!”
“Nggak kenapa-kenapa kok Ma.”
“Jangan bohong sama mama. Ayo buka.”
Pelan Ari membuka kain yang membalut lehernya. Dia tidak bisa bohong di depan ibunya.
“Ya ampun Ari! Ini kenapa leher kamu!” Ibu Ari terkejut melihat goresan-goresan merah di leher anaknya.
“Nggak usah khawatir Ma. Bentar lagi juga sembuh,” jawab Ari. Dia tidak bisa menjelaskan karena nanti ada hubungannya dengan Tata.
“Nggak khawatir gimana! Ini kenapa leher kamu? Udah bengkak begini! Ayo jujur sama Mama.”
Ari diam sebentar. Di depan ibunya dia harus jujur.
“Mmm… Ari tadi nyelamatin temen Ma…” Ari berusaha jujur.
“Kayak yang kemarin waktu ada kesurupan?”
“Iya Ma…”
“Ya ampun Ari! Mama ini khawatir. Mama itu percaya sama kamu. Sama yang kamu lihat. Tapi jangan keterlaluan kayak gini. Mulai sekarang kamu janji sama mama. Kamu nggak akan bertindak yang aneh-aneh lagi”
“Iya, Ari janji Ma,”Ari lega karena cuma disuruh berjanji. Tidak disuruh cerita, siapa yang dia selamatkan.
Ibu Ari pun mengompres kepala Ari. Lalu dia keluar kamar, membiarkan Ari istirahat.
Ari terbangun dari tidurnya. Suara ponsel di samping membangunkannya. Ternyata dari Tata. Ari cepat-cepat duduk dan mengangkat ponselnya. Sempat dia lihat jam di dinding pukul 11.
“Halo, Ari,” Suara Tata lirih terdengar di ponsel Ari.
“Halo, Tata,”Ari berusaha menata suaranya.