Komplotan Tidak Takut Hantu

Mohamad Novianto
Chapter #26

Bab 25 : Hantu Badan Patah-patah di Dalam Kolam Renang

Hari ini kelas Ari ada jadwal ujian berenang sebagai salah satu penilaian mata pelajaran olah raga. Murid-murid berkumpul jam 3 sore di depan kolam renang langganan sekolah mereka. Penilaian pertama, murid-murid disuruh berenang sejauh 100 meter di kolam kedalaman 1 meter dengan gaya yang ditentukan oleh pak guru olah raga. Penilaian kedua, murid-murid disuruh loncat dari papan pantul di kolam kedalaman 5 meter. Saat menunggu giliran di pinggir kolam 1 meter, berkali-kali Ari memandangi kolam 5 meter. Kolam itu posisisnya paling pojok. Dari tadi perasaan Ari tidak enak. Di sana tidak ada yang berenang. Airnya begitu tenang. Air dalam kolam itu tampak gelap karena kedalamannya.

“Ri?” Toha melirik Ari.

“Iya,” Ari sudah tahu mereka merasakan hal yang sama. “Lo kerasa nggak?” tanya Ari ke Wira,” Di dalam kolam sana.”

Wira mengangguk. Lalu Wira memperhatikan Nara di barisan cewek yang agak jauh dari mereka. Tapi sepertinya Nara baik-baik saja.

Setelah semua murid mendapatkan penilaian di kolam 1 meter, mereka berpindah ke kolam 5 meter untuk penilaian berikutnya. Murid-murid akan melompat dari papan pantul untuk terjun ke air. Beberapa murid terlihat antusias. Beberapa lagi masih takut-takut. Beberapa kali Ari berusaha melirik ke dalam kolam. Semakin dekat dengan kolam, semakin Ari bisa melihat ke dasar kolam dan perasaan Ari semakin tidak enak. Beberapa murid sudah mulai menceburkan diri dari papan pantul ke air secara bergiliran. Ari mulai perhatikan, di dasar kolam, tepat di atas murid-murid menceburkan diri, ada semacam benda, atau sampah, atau semacam tanaman yang jatuh di dasar kolam, Ari tidak begitu jelas karena deburan air ketika murid-murid terjun ke kolam. Tapi semakin lama Ari perhatikan, benda itu terlihat seperti rambut. Seonggok rambut yang menempel di dasar kolam. Rambut yang melambai di balutan air kolam. Ari menoleh ke Toha dan Wira. Sepertinya Toha dan Wira melihat hal yang sama. Lalu mereka bertiga menoleh ke arah Nara di kerumunan murid cewek yang masih menunggu giliran. Kerumunan murid cewek itu agak jauh dari kolam. Nara masih baik-baik saja. Malah Nara jadi bingung, ketiga teman cowoknya memandanginya dari pinggir kolam. Dan sesuai absen, dia antara mereka berempat, Ari yang pertama yang akan melompat dari papan pantul.

“Ri, yakin kita akan nyebur ke situ?” bisik Toha di dekat Ari.

“Kayaknya…” jawab Ari agak ragu,” Dari pada kita nggak dapat nilai.”

“Iya, nekat aja!” bisik Wira,” Dari pada ngarepin nilai dari matematika, susah.”

Lalu giliran Ari tiba. Saat sudah naik ke papan pantul, Ari sempat melihat Toha dan Wira yang was-was memandanginya. Ari pun sudah di ujung papan. Dia bisa leluasa memandang air yang tenang di bawahnya. Dasar kolam terlihat dalam. Rambut itu masih di sana. Melambai-lambai di dasar kolam. Tapi lama-lama Ari perhatikan, tidak hanya rambut yang dia lihat. Di sana ada kepalanya, lalu badan, tangan dan kaki. Ari melihat sosok perempuan menempel di dasar kolam dengan rambut yang masih melambai di air. Matanya hitam, mukanya aneh. Dan badan, tangan dan kaki perempuan itu seperti patah-patah, seperti orang yang habis jatuh dari ketinggian. Ari sempat berpikir untuk tidak melakukannya. Bisa saja dia bilang ke pak guru sedang sakit. Lalu Ari memandangi lagi Toha dan Wira. Lalu dia memandangi Nara. Dia berpikir, kalau dia bisa melakukannya, teman-temannya akan melakukannya. Mereka harus dapat nilai.

“Jangan lama-lama! Ayo loncat!” kata pak guru olah raga. “Takut? Ini bukan penilaian gimana kalian loncat! Cuma keberanian kalian! Ayo, kamu laki-laki! Jangan jadi banci!”

Ari merasa sebel dengan gurunya. Coba saja dia bisa lihat apa yang ada di dasar kolam. Tapi Ari pikir gurunya ada benarnya. Dia tidak mau jadi banci. Dan dia akan melakukan untuk teman-temannya. Dia mencoba untuk memikirkan hal lain. Lalu ada bapaknya dalam pikirannya. Ada dendam yang mendalam pada hantu perempuan lidah menjulur. Kini yang Ari rasakan adalah amarah. Tekadnya sudah bulat untuk terjun ke air. Ari pun melompat ke Air. Dia berusaha tidak memandang ke dasar kolam saat saat deburan air sudah melingkupinya. Cepat-cepat dia berenang ke permukaan menuju pinggir kolam. Begitu keluar dari kolam, Ari langsung menghampiri Toha dan Wira.

“Ada perempuan di sana,” kata Ari berbisik. “Badannya patah-patah.”

“Lo nggak apa-apa?” tanya Wira dengan berbisik juga.

“Nggak apa-apa,” jawab Ari,”Waktu nyebur jangan lihat mukanya, langsung berenang ke atas.”

“Waktu mau nyebur, lo nggak takut?” tanya Toha pelan.

“Tadinya takut,” jawab Ari. “Aku pikirin hal lain, jadi nggak takut.”

“Pikirin apa?” tanya Toha.

“Pikirin cewek lo lah,” kata Wira sebel dengan pertanyaan Toha. Wira kira, Ari pasti sedang pikirin Tata.

“Gue nggak punya cewek,” kata Toha.

“Itu masalah lo,” cetus Wira.

Lalu giliran Wira tiba. Dari sebelum naik ke papan, Wira sudah mempersiapkan dirinya. Saat berjalan di atas papan, Wira menoleh sebentar ke arah Nara. Dan Nara melihatnya. Lalu tanpa ba-bi-bu Wira langsung terjun ke kolam walau pak guru belum memberi aba-aba. Wira langsung berenang naik ke permukaan dan menuju ke pinggir kolam. Ari dan Toha lega menyaksikan temannya sudah beranjak dari kolam. Setelah beberapa anak, giliran Toha tiba. Sampai di ujung papan pantul, lama Toha memejamkan matanya. Dia berusaha mencari murid cewek di sekolah yang bisa dipikirkan.

Lihat selengkapnya