Kala matahari merekahkan cahayanya, dan hiruk-pikuk perkotaan dipenuhi dengan kaki-kaki yang melaju demi uang yang menanti. Walau begitu, dunia tak merasa lelah sama sekali.
Di tengah kota dan kemegahan bangunannya, tak dapat dipungkiri masih banyak yang tinggal di kolong-kolong jembatan karena tak ada tempat lain untuk berteduh.
Seorang paruh baya, Kardi namanya, dengan perawakan kurus, tidak terlalu tinggi, sedang memandangi surga dunia sambil berkeluh kesah.
"Indah ya, Gusti, rumah-rumah buatan orang pinter itu," katanya takjub.
Namun, Kardi mau tak mau, karena dia bukan orang yang berpendidikan dan berintelektual, dia harus merelakan hidupnya dimakan kemiskinan dan menjadi data hasil survei para lembaga survei.