Semua alat-alat untuk mencari rumput, tempat makan, dan tikar untuk mereka duduk dan beristirahat telah dibereskan.
Selesailah mereka menata semua hal yang perlu ditata. Kusno dan Kardi menggendong karung berisi penuh dengan rumput dan pergi menuju tempat peternakan yang mau membeli hasil dari jerih payah mereka. Jaraknya sekitar tiga kilometer dari sawah tempat Kardi dan Kusno mencari rerumputan.
---
Di sisi lain, Raka dan Dendi sudah berada di gerbang sekolah untuk kembali mengikuti pelajaran. Namun sialnya, satpam yang tadi pada saat mereka membolos tidak menunjukkan batang hidungnya, kini sudah kembali. Satpam berseragam putih dengan pentungan hitam di tangannya itu sedang berjaga di posnya.
Namun beruntungnya, satpam itu tertidur pulas—dengan topi menutupi kepala agar tak kepanasan. Ditambah lagi suasana sekolahan yang sunyi sepi, tak ada manusia satu pun yang menunjukkan eksistensinya.
Tanpa pikir panjang, dua remaja itu langsung memanfaatkan keahliannya, yaitu memanjat gerbang sekolah tanpa bersuara sedikit pun. Dan untuk urusan itu, mereka berdualah jagonya.
---
“Wah, bagaimana ini, Ka? Pak Slamet, satpam, sudah kembali dari makan siangnya,” ucap Dendi khawatir.
“Iya, nih. Gimana ya, Den? Aku juga bingung,” balas Raka.
“Sudahlah, ayo kita lanjut bolos atau pulang saja,” bantah Dendi.
“Kamu gila ya, Den? Kamu lupa dengan apa yang diucapkan Pak Kardi dan Kusno tadi di hutan?” jawab Raka sedikit emosi.
“Lalu gimana lagi coba, Ka? Kalau kita maksa ikut pelajaran, kita bisa jadi dihukum.”
“Kamu lihat nggak, Den? Pak Slamet sedang tidur tuh. Ini kesempatan buat kita,” ujar Raka.
“Nanti, nanti… nanti kalau pas kita memanjat, Pak Slamet kebangun gimana coba?” balas Dendi ragu.
“Coba dulu. Mana keberanianmu, Den?” ucap Raka menyakinkan temannya itu.
“Segala sesuatu harus dicoba dulu. Urusan gagal dan berhasil urusan nanti, yang penting kita bertindak dulu, Den.”