Dari Esiano, Negerimu. Untuk Ara,
“Jika di suatu tempat di taman-taman dan jalan-jalannya tumbuh banyak bunga Oleander atau Jepun, itu tandanya mereka sedang wapada dan apabila tanaman Lavender banyak tumbuh dengan sendirinya, bisa jadi ketidak percayaan sedang menyelimuti tempat-tempat itu, Ara.”
-----
“Siapa Esiano? Lelaki macam apa dirimu dan tinggal di negeri seperti apa?” wanita kita termenung antara sadar dan menghayal. “Ah… lancang benar aku ini, tapi salah siapa mengirimkan agapanthus kala gulana menyelimuti kehidupan, hanya membuatku jadi cemburu” benak wanita ini membela.
Paket fiktif dengan alamat tujuan dan nama penerima yang aneh sedang di genggaman seorang wanita. Ia kemudia duduk di teras rumah memandang kosong bunga-bungan. Saat itu baru pukul 05:29 dini hari, suasan perpisahan malam dengan kedatangan pagi masih begitu terngiang-ingan di dalam benak seorang wanita malam itu. Pasalnya saat hendak lekas merebahkan badan setelah beberapa menit berdiam diri dalam kamar mandi tanpa melakukan aktivitas berarti. Suara orang berteriak dari luar mengusik kebiasaan baik berdiam dalam jamban, wanita ini dengan wajah murka membuka pintu rumah dengan kasar dan membantingnya ketembok.
“Siapa tadi yang berteriak… taeeei!!” ketus wanita ini berujar keras. Dan hanya kosong alam dalam jutaan misteri remang menyapa, manusia terkadang ketakutaan dan mencoba meraba-raba. Namun, aba-aba selalu lebih sigap dan siap menyergap ingatan manusia. “Paket? Siapa yang dini hari mengirim paket kaleng seperti ini. Ahhh manusia aneh…” wanita ini lantas menaruh paket itu di meja dan berlalu menuju pembaringan untuk merebahkan badan.
Siang telah setengah menuju sore. Mentari kian merona dan meongan kucing meletup pecahkan satu botol Bintang Leadler membangunkan tidur nyenyak wanita ini. Biarlah saja banyak yang menyukai malam penuh bintang, pagi dengan kicau burung-burung, atau senja dengan mega merah. Wanita ini akan khusyuk menikmati suasana hening di penghujung siang, waktu dimana manusia terlelap tanpa menutup mata, menarik lelah mengistirahkan kerja. Adalah suasana mengandung, jika tengah malam adalah melahirkan. Wanita ini menyibak tirai penutup jendela kemudian napas siang mengembus hangat di pelupuk mata dan mengitari kulit wajahnya. “Penghujung siang selalu menjadi mimpi indah bagi setiap impianku” dalam benak wanita itu berkata.
Wanita ini tak akan berangkat kerja karena libur. Dan kabarnya akan libur dengan jangka waktu yang belum tentu, sewaktu-waktu dapat di perpanjang dan mustahil dipercepat. Mungkin wanita ini akan mengisi waktu luang dengan membersihkan rumah dan kembali merawat taman bunga. Semenjak perkerjaan datang rumahnya selalu terlupakan dari alat-alat pembersih, taman bunga hanya di tumbuhi gulam dan ilalang. Dengan datang libur tak tentu panjang atau pendek ini, ia akan kembali pada kebiasaan sebelum kerja menyita seluruh waktunya. Langkah kian pasti dan tanpa pernah asal-asalan, jika satu telah menjadi pilihan dari sekian banyak angan-angan. Maka pilihan itu akan selalu ia pegang entah sampai kapan ada keajaiban yang membuat perubahan, yang sangat berbalik arah dalam kompas hidupnya. Wanita kita terngiang dengan satu hal yang aneh, “Paket, ya… mana paket itu?” pikiranya melangkah bertanya dan bergegas mencari.
Duduklah wanita ini di depan teras sambil menikmati tengah siang yang segera berpulang, berganti oleh sejuk sore dengan banyaknya kata-kata manis senja, jingga, merah muda, langit temaram… manusia-manusia aneh benar negeri ini. Aksi lancang selanjutnya adalah mengintip dalaman paket aneh pagi tadi, alih-alih merobek dan menelanjaingi keasrian paket. Kini sosok misteri terlihat lebih seksi, “Maaf, Esia. Kehendak dalam pikiranku meminta tanya tentang siapa Ara-mu itu, bolehkan?” sepertinya benaknya meminta, tapi lebih tepat di sebut paksaan halus yang menggunakan dalih akal-akalan seolah suara gaib memeluarkan SIBT Surat Izin Baca Tulis “Siahkan saja.” Mulailah wanita kita menjelajahi tubuh lembaran-lembaran yang lecek dan kusut tapi artistik.
*****
---Penyair Dingin dari Negeri Impian---
Riuh-rendah ribut suasan di dalam sekolah seakan-akan seperti pasar tumpah, bau cat menguap ke mana-mana, di sana-sini baju seragam penuh dengan coretan sepidol dan cat. Siswa kelas XII SMAN Majumundur Suka telah menerima hasil kelulusan ujian nasional dan sedang berpesta. Sedikitnya pun saling bercerita, akan melanjutkan kuliah ke mana? Masihkah kita meneriam pendidikan dan impian? Kapan kami bermimpi dan berangan-angan?
Kebanyakan dari teman-teman melanjutkan kuliah di Universitas ternama yang berada di kota. Esiano hanya tersenyum dan sedikit bisa berbicara banyak, lantaran beberapa teman terdekatnya pun juga telah memilih ke mana akan melanjutkan kuliah. Bahkan Lara, teman wanita paling asik dan manis yang selalu langgana juara kelas pun sama. Teman? Ah… iya juga! Apa memang sebuatan paling tepat.
"Esia, hey... ko’ malah melamun sih. Kamu kenapa?" tanya Lara dan seketika membangunkan lalunanku dari dunia yang entah apa nama dan panggilanya.