Untuk membuat cemburu seorang mantan saja, dia rela mengeluarkan uang jutaan? Rian belum mau berkomentar. Dia masih berusaha untuk mencerna informasi yang diterimanya.
"Oh.. okay.., terus?" tanya Rian sambil meletakkan gelas minumnya.
"Keliatannya lu orang baik, dan gua gak mau buat lu jadi terpaksa gitu. Jadi gua harus kasih tahu di awal. Gua orangnya gak mau bohong," jelas Vanessa mantap.
"Kecuali.. ke mantan lu?" tanya Rian polos.
Ya, apa yang dikemukakan Vanessa barusan, memang kontradiktif dengan apa yang ingin dilakukan ke mantannya. Membohongi orang bahwa dia sudah punya pacar baru.
"Ya, kadang kita mesti pilih-pilih, kapan bohong, kapan enggak," jawab Vanessa logis. "Gua gak mau asal sembarangan minta tolong orang, tanpa jelasin pekerjaannya secara rinci," lanjutnya setelah menyeruput kopi hangatnya.
"Oke.. terus..?"
"Jadi.. lu tertarik nih?" tanya sambil tersenyum.
Rian menurut. "Iya.."
"Cuman ada tiga hal aja si yang mau gua minta tolong," lanjut Vanessa kini bersemangat. "Yang pertama udah lu lakukan sih; penampilan lu proper, perilakunya oke, dan lebih ganteng dari dia. Ya walapun ganteng itu masalah perspektif sih. Tapi buktinya, orang yang di belakang gua masih ngeliatin lu kan?" tanya Vanessa iseng membuat Rian baru tersadar.
Dia lihat ke arah belakang Vanessa, dan benar saja. Ada dua orang wanita remaja yang memandanginya, entah sejak kapan. Kini mereka salah tingkah. Rian tidak pedulikan, dia minta Vanessa melanjutkan penjelasannya.
"Kedua, mantan gua itu orangnya sombong dan posesif. Jadi lu harus bisa 'lebih' dari dia. Bikin dia ngiri."
"Supaya dia ngiri, gua mesti ngapain?"
"Ya kita harus bisa tunjukin, lu bukan orang yang posesif. Gua minta lu, lebih aktif main di sosmed. Mau pas lagi sendiri, atau pas kita lagi ketemuan, ya sesekali post sesuatu gitu lah. Gak apa-apa kan?"
Rian agak risih. Setahu dirinya, hal ini tergolong personal. Tapi dia usahakan agar bisa berkompromi. "Kenapa harus pasang beberapa gambar? Emang dia bakal rajin stalking?"
"Gua kenal dia dan gua yakin, kalau gua jalan sama orang kayak lu, pasti dia penasaran," ucapnya lagi-lagi dia naikkan kedua alisnya. Percaya diri sekali Vanessa. "Kenapa? Lu tuh introvert banget ya? Gak suka kalau kayak gini?"
Rian mengayunkan kepalanya asal. Ragu bagaimana cara menjawab pertanyaan terakhir tadi.
Melihat gelagat Rian, Vanessa coba pahami. "Hahaha. Santai aja. Sambil jalan nanti juga terbiasa. Lu ada temen akrab cewek juga kan? Nanti kita saling ajak-ajak kenalan aja! Bisa ya?"
Semakin ke sini, kalimat yang keluar dari mulut Vanessa semakin membuat Rian deg-degan. Teman akrab cewek? Boro-boro. Yang cowok saja hanya seputaran Surya, Nathan, dan Wira saja. Tapi dia tidak mau mengecewakan Vanessa. Kesempatan emas tidak datang dua kali, harus dia perjuangkan.
"Oke, yang terakhir apa?"
"Kita harus kelihatan real, gak boleh sampe ketahuan sama temen-temen gua kalau ternyata bohongan. Gimana? Bisa?" minta Vanessa yang terakhir.
*****
Sebelum jam makan malam, Rian mengantarkan Vanessa pulang. Benar saja kata Surya, hujan. Rumahnya tidak jauh, masih di daerah Jakarta Barat.
"Gua boleh tanya sesuatu gak?"
"Boleh? Jangan banyak-banyak ya! Laper gua, gak bisa mikir!"
"Haha. Hmm, kenapa gak cari pacar yang beneran aja?"
Mendengar pertanyaan dari Rian, Vanessa tersenyum. Dia rapihkan rambutnya. Dia juga menghela napas. Dia melihat ke arah luar jendela sesaat, baru dia mulai bercerita.
"Ya.. mungkin.. karena gua masih sakit hati, atau belum bisa move on. Kalaupun ketemu gebetan baru, gua ragu, dia mau nurutin mau gua atau enggak," katanya lirih. "Kadang suka ada kan tuh, yang biasanya suka sok ceramah, 'jadi orang jangan dendaman!', atau yang semacam, 'kok kayak anak kecil', 'udah tenang aja, kan ada gua sekarang.'" Vanessa berusaha memberatkan suaranya agar terdengar seperti laki-laki. "Hidih! Geli banget kalau ketemu yang kayak gitu."
Rian tergelitik. Mendengar penjelasannya yang sederhana, tapi dibungkus dengan sedikit humor.
"Kenapa? Lu mau nge-judge gua?" kali ini Vanessa cemberut kayak anak kecil. Rian tahu, dia pasti hanya bergurau.
"Enggak kok, setiap orang punya alasan."
"Kalau lu sendiri? Well obviously karena mau cari uang ya? Tapi untuk siapa uangnya?"
"Hmm.. bantu nyokap.. lagi.. sakit."
"Oh okay.., gua gak akan komentar banyak kalau gitu."