Steven mengusap wajahnya setelah menertawakan kenyataan bahwa Rian adalah teman Nathan. Tawanya dihentikan bukan karena kemauannya sendiri. Tunangannya yang menuntut agar dirinya tahu batas.
"Sori ya, dia emang suka bercandanya gitu," Felis salah tingkah.
Rian tersenyum tidak tulus, "Iya, gak apa-apa." Untung pasangannya waras.
Steven segera memimpin urusan pesan menu makanan. Terlihat sekali Steven adalah pasangan yang posesif. Untuk memesan makanan saja, dia "rekomendasikan" menu sushi dan salad untuk Felis. Menurut hasil nguping Rian, semua pesanan untuk Felis adalah makanan matang. Selesai, baru mereka lanjut berbincang-bincang.
"Nama panjangnya Arnoldius kan ya? Jadi 'Nold' itu panggilan sayang?" tanya Rian membuka pembicaraan. Dia ingin menggali informasi sedalam-dalamnya terkait hubungan Felis dan Steven.
"Iya, panggilan mesra. Paling males gua kalo belum akrab, manggil gua Arnoldius. Khusus orang kesayangan, baru ada pengecualian."
Rian hanya mengangguk-angguk.
"Kalo kalian? Gak ada panggilan sayang?" tanya Steven ke Rian dan Vanessa.
"Si Rian masih malu-malu," jawab Vanessa cepat. "Ya kan?" kini tubuhnya dicondongkan ke arah Rian. Diiringi dengan merangkul sedikit bagian lengannya. Pokoknya dibuat semanja dan seromantis mungkin.
Mata Steven sesaat berkedut. Sepertinya alis dia dikernyitkan walau beberapa milimeter saja. "Kenal dari mana kalian? Kapan jadian?" bertubi-tubi pertanyaannya.
Mendengar pertanyaan ini, senyum Vanessa mulai terbentuk. Dia ceritakan secara lengkap dan tentu saja bohong. Hebatnya, kedua orang di hadapannya percaya begitu saja.
Konon katanya mereka berdua tidak sengaja bertemu di kafe. Karena tidak dapat tempat duduk, Vanessa diizinkan duduk di kursi kosong yang berada di depan Rian. Mereka sama-sama sibuk dengan laptop masing-masing.
Namun saat baterai laptop Vanessa hampir habis, dia beranikan diri untuk meminjam charger milik Rian. Rian meminjamkannya. Ketika Rian harus segera pergi karena urusan mendadak, dirinya merelakan charger miliknya dipinjamkan. Mereka bertukar nomor kontak di sana, dan voila! Barulah perjalan mereka 'dimulai'.
Mendengar keseruan Vanessa bercerita, Rian menahan tawa. Semalam sebelumnya, tidak ada penyuluhan skenario tersebut. Tapi hasilnya luar biasa.
Berbeda dengan Steven, nafsu makannya mungkin berkurang sedikit. Wajahnya terkesan jijik. "Ohh. Bisa gitu ya. Gua kirain dari online dating kalian!" gerutunya dianggap angin lewat oleh Rian dan Vanessa. Ya terserah dan suka-suka Steven deh, mau percaya atau tidak.
Makanan mulai berdatangan, dan seperti waktu itu, Rian membantu membersihkan sumpit serta menawarkan kecap asin ke Vanessa terlebih dahulu. Toh, kebetulan kotak peralatan makannya dekat dengan posisi Rian.
"Eh, kita-kita gak sekalian?" tanya Steven dengan nada yang membuat telinga Rian panas.
Panik, Felis segera menyanggah, "Eh! gak usah gak apa-apa kok! Kita bisa sendiri."
Padahal, bergestur sopan dan baik memang ada di dalam rencana Rian. Rian sudah tanggung dan segera menyelesaikan bersih-bersih empat sumpit di tangannya. Semuanya dia estafetkan ke Felis, barulah Felis letakkan dua diantaranya di atas piring Steven.
Keterlaluan. Bukannya diambil pakai tangan, malah menatap mata Rian sinis. "Makasih loh! Ada gunanya juga lu dateng ke sini," sinis Steven.
Oke. Ini sudah kelewatan. Congornya harus segera dibungkam. "Nama Arnoldius itu.. dari taneman bunga bangkai ya?" tanya Rian sambil membersihkan dua sumpit untuk dirinya.