Kondisi dan Syarat Berlaku

Rit Ardit
Chapter #18

17 - Dibuang

"Kenapa lu? Lemes banget?"

"Hah? Enggak Sur.."

Rian melangkah gontai. Surya melihat temannya sedang melepas sekaligus merapikan sepatunya. Lagi-lagi, waktu sudah sekitar malam menjelang pagi. Indera penglihatan Surya masih memindai gerak-gerik Rian yang sedang berjalan ke arah kulkas. Sebuah botol minuman ringan teh dengan rasa mint, diambil oleh Rian, dibuka, dan langsung diteguk.

"Itu kenapa bibir lu?!"

PFFTTT!! UHUK-UHUK!!

Kotak tissue terdekat segera dikeluarkan isinya. Dua lembar, satu untuk mulut Rian, satu lagi untuk yang tercecer di meja makan.

"Hah? Kenapa? Ada apa?"

Surya tidak bersuara. Jawabannya dia berikan dengan menunjuk area bibirnya sendiri. Diketuk-ketuk beberapa kali. Sebuah isyarat ada bekas lipstik yang tertinggal.

Rian menyentuh area yang ditunjuk Surya. Benar saja. Warna merah muda. Nomor 555, Soft Rosewood. Yang ini, tidak dia bersihkan dengan tissue. Hanya dengan tangan.

"Kapan lagi kerja kontrak bonus-nya pacar?" Surya meluncur ke arah meja makan. Keripik yang sedang menemani dirinya menonton televisi, juga dia bawa.

"Berisik Sur.. makin ribet tahu."

"Segala sesuatu terjadi karena takdir Yan. Percaya sama Surya! Ayo-ayo, cerita-cerita."

"Gak ngerti gua Sur. Cewek tuh emang suka gak ketebak ya?"

"Cerita dari awal dulu dong! Lu pikir gua cenayang?!"

Rian habiskan isi botol minuman miliknya. Dia keluarkan isi dari tas selempangnya. Sebuah undangan pernikahan. Tertulis nama Steven dan Felis secara lengkap, dengan label 'Rian & Partner' yang tertempel di bungkusnya.

"Pas makan malem bareng tuh, si Steven ternyata kasih juga."

"Bagus dong? Rencana kalian berhasil?"

"Iya. Beberapa minggu lagi berarti."

"Terus? Di..." Jari-jari tangan Nathan dikuncupkan, lalu saling diadu. Membentuk sebuah isyarat. "Pas kapan?"

"Pas gua anterin pulang si Vanessa. Kunci rumah dia ketinggalan, jadi sambil nunggu bokap nyokapnya pulang dulu, kita jalan-jalan ke taman komplek. Dia curhat, gua tenangin dia, dia peluk gua, yaudah deh. Kejadian aja."

"Di taman? Terus?"

"Ya pas bokap nyokapnya udah pulang, gua anterin ke rumah dia."

"Lu gak ngomong apa-apa gitu? Tanya gitu?"

"Ya bingung gua. Lagian kalo tanya, mau tanya apaan?"

"Dih oon!"

"Loh kok oon?!"

"Ya tanya lah! Maksudnya apa. Kenapa dia begitu? Cuman tanda terima kasih doang, atau dia ada perasaan ke lu?"

"Hmm.."

"Lu sendiri suka gak sama dia?"

"Gak tahu gua.."

"Kok gak tahu? Kan udah sering ngobrol sama jalan bareng?"

"Emang bisa secepet itu suka orang?"

"Ya, temen kita, ada tuh!"

"Hmm," Rian termenung. Dia yakin yang barusan Surya maksud adalah Nathan. Tapi Rian berbeda dengan Nathan. "Ya... Gua sih suka sifatnya, menarik, ngobrol sama dia selalu seru."

"Nah bagus lah."

"Tapi..."

"Tapi?"

"Apa bisa gua segampang itu percaya sama si Vanessa?"

"Kenapa juga lu harus susah percaya sama dia?"

"Ya, lu yang bilang kan.. hati-hati."

"Hmm," gantian Surya yang termenung. Teringat akan sarannya sendiri kepada Rian. Agar berhati-hati. Ketika perasaan mulai terlibat di sebuah 'pekerjaan', jadinya membingungkan. Belum lagi, Surya belum punya pengalaman seperti ini. "Gak tahu deh gua! Sabar dan semangat ya Rian!"

"Pret!"

"Lagian di awal mau dipinjemin duit gak mau."

"Ya emang gak mau. Udah ah! Mau mandi gua."

"Yan.."

"Apa lagi?"

"Tenang aja. Selama gua bisa bantu, gua bantu kok," ibu jari Surya diberdirikan. Rian hanya menggeleng. Dia pamit permisi dari meja makan, mengambil handuk dan baju.

*****

Belajar dari kesalahan minggu lalu, Nathan mengajak gerombolan minggu lalu untuk jalan bareng-nya dari sore menjelang makan. Kebetulan Jessica ada perlombaan paduan suara, jadi Nathan dan Tia sudah menemaninya semenjak siang ke sore. Makanya Rian, baru bersiap-siap untuk menyusul ke tempat janjian mereka. Di daerah Kelapa Gading.

Rencananya mereka akan bermain di sebuah escape room. Semua berkat Nathan. Dia mendapat voucher gratis dari kantornya. Kebetulan lagi, pas untuk berempat.

Sampai di sebuah mall yang gedungnya terdiri dari empat lima gedung. Rian parkir di gedung yang ketiga. Hitung-hitung, dia sudah tiba setengah jam lebih awal dari waktu yang dijanjikan. 

Gawai Rian berbunyi.

"Oit?" sapa Rian ke orang di seberang sana.

"Beneran lu udah sampe di sana? Kan masih setengah jam lagi?"

"Ya masa gua bohong?"

"Hahaha. Kita juga bentar lagi sampe, lagi macet di bunderan biasa."

Lihat selengkapnya