"Ini Hari Susu Sedunia atau gimana sih? Dimana-mana kosong?!"
"Sabar Sur. Supplier-nya lagi ada masalah mungkin."
"Nyerah deh gua kalau yang abis ini kosong juga!"
"Baru juga empat supermarket. Masih ada Primo sama Food Hall. Kalau gak ada, ya nyebrang aja ke Hyper."
"Gua lagi sakit perut tahu gak?! Lu gak lihat nih duduk gua udah aneh?"
Pantas Surya gelisah. Ada muatan dari dalam ususnya yang ingin segera dikeluarkan. Jumat malam, Surya dan Rian sedang menyusuri mall-mall di sekitar Jakarta Barat. Mencari susu. Dari supermarket yang satu, ke yang lain.
"Mau gua turunin di lobi gak? Biar lu cari jamban dulu?"
"Gak usah. WC di apartemen lebih nyaman."
"Terserah ya, gua udah tawarin loh," Rian mengangkat jari telunjuknya. Memberi Surya peringatan.
"Elah, urusan susu mau berapa lama? Sejam emangnya?"
"Yaudah! Gua cuman tanya!"
"Percaya sama Surya, pasti bentar doang!"
Mereka melipirkan mobil mereka ke sebuah sudut parkiran mobil yang terletak di gedung parkiran lantai atas. Keluar dari mobil, jalan mereka berdua berjalan cepat. Tidak berlari, tapi mendahului beberapa orang yang juga sedang menuju tempat lift.
Sampai di supermarket pertama, mereka langsung meluncur ke bagian susu-susuan. Ada. Tinggal empat kotak susu yang tersisa. Mereka mengangkatnya dan segera bergegas ke kasir.
Di sebuah lajur kasir, mereka mengantre. Surya mengeluarkan tas eco-bag dari dalam tas selempangnya. Dia buka lipatannya, dan sudah bersiap untuk menentengnya.
"Masih tahan gak Sur?"
"Gak usah banyak tanya deh Yan!"
Rian cekikikan.
"Eh? Rian?" orang di depan Rian yang sedang melakukan pembayaran, memanggil dirinya. Tawa pendek Rian tadi ternyata menyita perhatiannya.
Kepala Rian menoleh ke orang tersebut. Surya juga ikutan.
"Loh? Felis? Halo! Sendirian aja?"
"Hai! Bareng Steven kok! Tapi dia lagi meeting di atas, sama partner bisnisnya. Gua gak betah duduk doang, jadi belanja ke bawah deh, belanja. Hehe."
"Oh. Haha. Eh iya, kenalin nih," Rian memundurkan tubuhnya sedikit. "Ini temen gua, Surya."
Surya menangkap sinyal dari Rian. Dia julurkan tangan kanannya ke arah Felis. Membentang di depan tubuh Rian. "Hai Felis. Salam kenal."
"Halo Surya. Salam kenal juga," balas Felis sambil menjabat tangan Surya.
"Sekalian kasih kartu nama gak Sur?" canda Rian.
"Haha. Pret!" Surya meledek Rian. Dia keluarkan selembar kartu dari tas selempangnya, dan langsung diberikan ke Felis. Seperti yang sudah-sudah, dia promosikan secara singkat segala tentang Sahabat Seduh kepada sang penerima kartu. Mulai dari jenis-jenis hidangan kopi dan roti panggang, sampai dengan berapa ruangan rapat kecil yang bisa disewakan.
Selesai membayar belanjaannya, Felis pamit dari hadapan Rian dan Surya. "Yaudah, gua duluan ya, dadah!" tangannya dilambaikan, lalu mendarat di gagang kereta belanjanya.
"Itu Felis yang Nathan?" tanya Surya setelah yakin Felis tidak dapat mendengar pembicaraan mereka dari kejauhan.
"Iya. Felis yang itu."
"Pantes Nathan naksir ya, lumayan cantik."
"Udah tunangan, lu juga jangan ngarep."
"Dih? Compliment doang!"
Rian dan Surya cengengesan sesaat.
"Sori kak, itu temennya kenapa tuh?" tanya sang penjaga kasir di hadapan mereka. Telunjuknya diarahkan ke seseorang. Mata Rian dan Surya arah jari sang kasir.
WUEEKK!!
Felis muntah.
Isi perutnya dia tumpahkan ke sebuah kantong plastik kecil. Dia segera menutup mulutnya. Tangan yang satunya, memegang perutnya sambil menenteng kantong plastik yang sudah penuh.