"Wow okay.." ucap Rian pelan.
"Lu yakin..? Kasih tahu ini..." Surya panik, kini matanya dia alihkan sesaat untuk memandang Rian sesaat. "Ke.. kita?"
"Yah.. kalau Rian beneran sepinter yang diceritain Nathan, dan kalau Surya juga sebijak yang dibilang Nathan, menurut gua gak jadi masalah.."
"Well.. tapi.. bukannya lu punya pilihan.. untuk enggak cerita?" tanya Surya ragu-ragu. Ia paham betul, rahasia seperti ini masih terbilang tabu.
Felis nyatakan, sepertinya tidak ada lagi yang perlu dirahasiakan. Kuitansi susunya sudah sempat dilihat Rian. Setelah dibantu oleh mereka berdua, Felis merasa mereka bisa dipercaya. Entah sudah berapa banyak kesempatan menceritakan apa yang membuatnya gelisah selama ini terlewatkan begitu saja.
Gua gak tahu kenapa bisa sampai begini. Takdir? Kebetulan? Apapun itu, menurut gua, semuanya konyol dan gak adil. Gak adil buat orang-orang yang terlibat.
Steven itu memang sahabat gua. Sejak kecil. Dan gua, punya sahabat lain juga, namanya Jessica. Ya, Jessica yang sekarang lagi deket sama Nathan. Konyol kan? Tapi yaudah. Udah kejadian.
Dari kecil udah main bareng, tentu kita bertiga berharapnya bakal akrab terus sampai gede. Harapan itu cuman jadi angan-angan, persis setelah kita mulai ngerti kata suka, atau sayang, atau cinta. Gua tahu Jessica naksir banget sama Steven. Gua juga naksir sama Steven. Gak ada rahasia diantara Jessica sama gua. Tapi, Steven bukan naksir dengan Jessica.
Karena gua mau bertindak adil, dan ingin jaga persahabatan juga, gua gak pernah terima Steven. Berulang kali dia nyatain perasaan, berkali-kali juga gua bilang inginnya tetap sebatas sahabat aja.
Dari mulai kuliah, sampai udah jadi sarjana, kita mulai berjarak. Jarang ketemuan. Tapi komunikasi masih terjalin. Akhirnya ada kabar yang bikin kita berdua kaget. Steven naksir sama cewek. Dan dia itu Vanessa. Ya, Vanessa yang lagi akrab sama lu Yan. Mungkin Vanessa juga udah cerita versi dia ke lu Yan. Gua yakin harusnya begitu. Karena setelah ketemu lu, baru dia berani kan, ketemuan lagi sama Steven?
Oke gua lanjutin yang tadi ya. Sejak saat itu, setiap kali kelar jam kerja, gua mulai dengerin cerita Vanessa dari Steven. Sejujurnya gua sakit hati, ngedengerin Steven curhat tentang cewek yang dia taksir. Tapi gua terima aja.
Walau gak pernah Steven yang cerita langsung ke Jessica, gua dan Jessica sepakat untuk saling update, tentang dia dan Vanessa. Supaya jaga-jaga, kalau Steven butuh bantuan lebih lanjut.
Memang waktu satu bulan cepet banget buat Steven ngedeketin Vanessa dan langsung nembak. Anehnya, langsung juga diterima. Gua pikir setelah mereka jadian, kita bertiga bakal bisa balik lagi akrab kayak dulu. Ternyata enggak.
Di beberapa kesempatan, Steven mulai curhat lagi ke gua. Kali ini karena berantem sama Vanessa. Dari urusan yang kecil, sampe kadang urusan yang cukup ribet. Kelihatan sebenarnya Steven sayang banget sama Vanessa. Gua tahu itu. Gua gak pernah ngelihat Steven sampai sebegitunya sama cewek.
Menurut gua, Vanessa dan Steven itu orangnya sama-sama punya ego yang tinggi. Gak ada yang mau ngalah. Akhirnya, mereka putus. Putus gak baik-baik.
Sakit hati, Steven butuh teman curhat. Dia dateng ke apartemen gua. Beberapa kali. Awalnya kita ngobrol santai dan lain sebagainya. Lama kelamaan, Steven bukannya membaik, malah makin sedih. Suatu hari, dia kepengen minum. Sampe mabuk.
Dan gua, karena juga lama kelamaan gak tahan dengan keadaan, jadi ikutan minum. Dari sini mungkin lu udah bisa nebak-nebak kejadian selanjutnya apa. Itu dosa terbesar gua. Bahkan, ngekhianatin Jessica.
Gua berharap enggak terjadi apa-apa. Tapi, testpack kasih jawaban yang berbeda. Dua garis merah. Jessica itu orang pertama yang dengar pengakuan gua. Dia langsung minta ketemuan sama kita bertiga.
Dia nangis dan marah, semua jadi satu. Sampai nampar Steven. Pastilah dia sakit hati banget. Tapi dia tetap tegar dan kasih pesan, kalau memang masih mau jaga persahabatan, Steven harus jadi laki-laki yang bertanggung jawab. Kandungannya gak boleh digugurin, dan harus diperjuangin.
Gak ingin kita jadi anak yang durhaka, dia minta kita ngaku ke orang tua masing-masing. Gua cerita ke orang tua gua. Untungnya, walau mereka kecewa, mereka kasih dukungan dan ingin gua tetap kuat.
Sayangnya, orang tua Steven gak gitu. Bokap nyokapnya murka banget. Awalnya kita berhasil ketemuin orang tua kita, dan cari solusi logisnya bareng-bareng. Karena merasa malu, bokap nyokapnya yang modalin pernikahan kita. Semuanya. Biaya sewa gedung, makanan, dan lainnya.