"Jangan gelisah dulu, gua belum kasih tahu ke semua orang kok," Jessica meraba-raba beberapa baju yang tergantung, tanpa diambil olehnya. "Baru satu orang doang yang tahu."
"Hmm," Rian kini sangat berhati-hati. Menimang-nimang situasi, Rian memutuskan untuk tidak reaktif. Dia ikuti saja kemanapun Jessica melangkah. Masih sambil memilih-milih pakaian.
"Gua tahu lu orangnya pinter, jadi gua akan singkat aja," jelas Jessica. Kini, mereka sudah tiba di rak koleksi celana. Ada dua buah celana yang tergantung, diambilnya, lalu dibayangkan olehnya cocok atau tidak jika dikenakan sang ayah dengan bantuan cermin.
"Kebetulan aja Tia mau ngajak tukeran hari ini, soalnya dia pengen minta tolong gua." Merasa tidak ada yang cocok dari celana tersebut, Jessica kembalikan ke tempatnya. "Buat kasih tahu elu, bahwa dia suka sama elu." Mereka berjalan ke rak yang lain.
Rian, masih setia mengikuti langkah Jessica. Menyimak setiap kalimat dari orang di sebelahnya, tanpa mengeluarkan suara dari mulutnya sendiri.
"Gua tahu, Vanessa pasti sewa lu buat tuntasin masalah dia sama Steven. Keliatan banget ya, dari foto-foto kalian kalo lagi jalan bareng, apalagi pas ketemuan sama Steven. Tampilan lu mesti ganteng maksimal. Coba kalau sekarang," Jessica melirik dan memindai penampilan Rian dari atas ke bawah. "Biasa-biasa aja tuh? Ya gak?"
Rian tidak bisa menyangkali gagasan Jessica barusan. Memang dirinya harus tampil keren, sesuai arahan Vanessa. Namun, setiap kali jalan bersama Nathan, bukan tanpa disengaja Rian tidak tampil tampan. Ini karena diminta Nathan, dan teman-temannya. Agar ketampanan Nathan tidak tenggelam. Tapi tidak mungkin Rian bahas itu sekarang.
"Jangan tegang dulu ya Rian," jelas Jessica seraya mengoper dua gantungan baju yang dibalut dengan kemeja-kemeja bermotif Batik ke tangan Rian. "Gua di sini mau ngancem, tapi mau ajuin penawaran"
"Penawaran?" akhirnya mulut Rian dibuka.
"Iya," Jessica tersenyum sesaat. "Penawaran," jari-jarinya diketuk-ketuk ke sebuah papan pengumuman bertuliskan 'Limited Offer'. Disaat serius seperti ini, Jessica masih sempat-sempatnya bermain dengan kata-kata. Heran, bisa-bisanya kebetulan ada papan pengumuman tersebut.
"Penawaran apa emangnya?"
Jessica belum menjawab tanya Rian. Perhatiannya tertunda karena sedang tertarik dengan kemeja Batik berwarna merah di tangan Rian saat ini. Jessica mengambilnya dan meletakkannya di keranjang belanja. Baju yang tidak diinginkannya, dikembalikan ke tempat asalnya.
"Jadi, apapun rencana Vanessa buat kelarin urusannya sama Steven, gua mau itu enggak terjadi."
Mendengar permintaan Jessica barusan, emosi Rian mulai terpancing. "Kenapa? Alesannya?" tanya Rian dengan nada bicara kurang santai.
"Ya.., Felis udah ceritain soal kejadian hari Jumat minggu lalu. Dan, dia nangis pas telponan sama gua. Gua yakin mentalnya semakin down. Tambah parah pasti gara-gara si Vanessa. Tiba-tiba aja dia mulai berani ketemuan lagi sama Steven. Apa maksudnya coba? Sok-sokan mau ngerecokin pernikahan mereka?"
Rian beranikan dirinya untuk membela Vanessa, "Kalau Vanessa mau ketemuan buat tuntasin yang belum tuntas, emang gak boleh?"
Urat-urat di rahang Jessica semakin mengencang, dan mulai terlihat. "Kenapa gak tuntasin dari kemarin-kemarin? Terus juga, emang gak bisa tuntasin setelah pernikahan? Egois sama kayak anak kecil banget sih! Gak bisa apa pikirin perasaan orang lain? Kalau gara-gara dia Felis jadi sakit hati terus tambah stress, mau tanggung jawab dia?"
"Tahu darimana kalau Felis bakal jadi sakit hati? Urusan Vanessa cuman sama Steven. Lu jadi orang juga jangan egois dan asal berasumsi Jes.." Rian melempar gertakannya.
"Elu sendiri emang tahu? Dari rencana Vanessa, nanti gak bakalan nyakitin perasaan Felis?" Jessica membalas gertakan Rian. "Elu sama Vanessa juga jangan egois dan asal berasumsi."
"Hmm," Rian mendeham sesaat. "Kalau gua ngotot tetep jalanin rencana Vanessa, bisa apa lu?"
"Ya gua akan bongkar rahasia kalian berdua. Ke semuanya. Felis, Steven, Nathan, bahkan Tia."
"Terkesan diancam ya gua," Rian berkomentar. "Lu sendiri? Bukannya sempet pake aplikasi Pinjam Pacar? Terus sekarang, lu sama Nathan. Lu manfaatin dia?"
"Bentar, gua lurusin dulu," Jessica merapikan rambutnya sebentar. "Awalnya gua juga mau cari dari sana. Tapi, selain mahal, gua gak mau jadi pembohong."
Rian terdiam, masih memperhatikan Jessica. Kali ini, mereka sambil membanding-bandingkan dua buah kemeja bermotif gambar yang sama persis modelnya. Namun jika lebih diperhatikan, terdapat sedikit beda posisi motif pada setiap baju.
"Emangnya tujuan lu apa?" tanya Rian dengan nada tinggi yang mulai diturunkan.
"Ya, simpelnya, gua gak mau bikin Felis tambah khawatir. Gua pengen tunjukkin, gua bisa move on dari Steven, jadi Felis enggak perlu lagi merasa bersalah. Caranya ya cari cowok. Yang bukan sewaan."
"Tapi lu manfaatin Nathan?"
"Eits, enggak gitu," Jessica menggerakkan jari telunjuknya seperti alat metronom. "Dari awal gua selalu jujur ke Nathan. Gua udah bilang, gua main online dating untuk cari teman baru dan teman buat temenin gua ke nikahan temen gua. Gua memang belum ada intensi buat cari pasangan di situ."
"Oke, dan lu anggep ini gak termasuk ngebohongin Felis?"
"Enggak. Tujuan gua buat 'kasih lihat', kalau gua bisa jalan sama cowok lain. Bohong dan enggak kasih tahu sesuatu itu beda tipis Yan, bener gak?"
Rian mengalihkan pandangannya dari mata Jessica. Rian sudah menimang-nimang situasi yang dijelaskan Jessica. Rian berada di posisi yang tidak menguntungkan. "Terus, penawaran lu apa?"