Acara masih berlanjut. Jalur untuk ke atas panggung sudah dibuka. Hidangan yang sudah disediakan di meja-meja, juga mulai dibuka. Keramaian mulai terbagi. Ada yang langsung mengantre untuk naik ke atas panggung, memberi ucapan selamat kepada pasangan dan keluarga yang sedang berbahagia. Ada juga sebagian dari mereka yang langsung menyerbu hidangan. Mungkin sudah lapar. Mungkin juga karena takut kehabisan.
Rian dan Vanessa, memilih untuk mengantre ke atas panggung. Tiba giliran mereka, Rian dan Vanessa menyalami orang-orang yang berdiri di sana. Dari posisi berdiri menurut adat dan kepercayaan yang berlaku, artinya Rian dan Vanessa menyalami kedua orang tua Felis terlebih dahulu.
"Selamat ya om, tante!"
"Iya, makasih," jawab mereka bergantian setelah disalami.
Senyum mereka, seperti senyum lega. Rian dan Vanessa melanjutkan langkahnya. Berarti, mereka sudah ada di hadapan Steven dan Felis.
"Eh Yan! Van! Makasih ya udah dateng," ucap Steven.
"Iya Steve, selamat ya. Felis juga, selamat ya," Rian menjabat tangan Steven, lalu tangan Felis.
"Congrats ya Steven, Felis juga," ucap Vanessa, menirukan Rian.
"Makasih ya udah pada dateng," jawab Felis dan Steven.
Selesai dari Steven dan Felis, mereka bergeser ke sebelah kiri Felis. Ada ayah Steven. Dan ibunya. Keduanya tersenyum, tapi bukan senyum seperti kedua orang tua Felis. Auranya, agak berbeda.
"Selamat ya om," kata Rian agak pelan, seraya menjulurkan tangan kanannya ke ayah Steven. Badannya tinggi dan bahunya sangat bidang. Seperti orang-orang yang rajin fitness.
"Ya," jawabnya singkat. Matanya memandang Rian dengan tajam. Tatapan yang sangat mengintimidasi.
Saat Rian menjabat tangan kanan ayah Steven, mata Rian sesaat tertuju pada pergelangan tangan orang di hadapannya. Ada sebuah tato bergambar kapak merah terlukis di pergelangan tangannya. Apa itu maksudnya? Entahlah. Pokoknya, mengerikan bagi Rian.
Kelar urusan jabat-menjabat tangan, Rian dan Vanessa menambah kecepatan melangkah mereka. Langsung turun dari panggung, dan segera mengantre di bagian hidangan utama.
"Hahaha, Yan, lihat deh," Vanessa menunjuk ke sebuah arah.
Rian melihat ke arah yang Vanessa maksud. Dirinya ikut tertawa. Ternyata benar, ada yang menyediakan bubur. Ada-ada saja kebetulan yang terjadi.
*****
Usai mengisi perut mereka, mereka mencicipi hidangan penutup. Es krim. Untung mereka masih kebagian. Sambil menikmati kudapan dingin di tangan mereka, mereka memperhatikan pengumuman dari MC. Steven dan Felis akan turun dari panggung untuk berkeliling. Ini kesempatan yang sangat dinanti-nanti oleh Vanessa.
Vanessa mempersiapkan tubuhnya. Dia mengajak Rian untuk berpindah posisi, agar tidak terlalu jauh dari tangga panggung.
"Eh Yan, Van. Gimana? Udah makan? Enak enggak makanannya?"
"Enak kok.."
"Enak kok.."
Rian dan Vanessa menjawab secara serentak. Dua orang di hadapannya, tertawa pelan.
"Paling suka yang mana?" tanya Felis.
"Satenya," jawab Vanessa. "Enak. Saus kacangnya enggak terlalu encer."
"Hahaha, sama dong kayak si Steven," jawab Felis dengan senyuman. "Emang dia yang sengaja minta begitu."
Ah iya. Sate. Ada sebuah kenangan spesial diantara Vanessa dan Steven soal sate. Entah hari ini sate-sate tersebut secara kebetulan dihidangkan demikian, atau tidak. Biarlah menjadi misteri.
"Oke deh.. kita lanjut keliling dulu ya.."
"Tunggu Steven!" tegas Vanessa, menyela permohonan izin Steven barusan.
"Ya..?"
"Sebelum kalian keliling.. boleh gak gua ngomong hal penting? Bentar aja."
"Ah.. erm.." Steven salah tingkah dan ragu-ragu. Genggaman tangan Felis di sebelahnya, terlihat semakin erat. "Mau.. di sini?" tanya Steven pelan.
"Iya, boleh enggak?" tanya Vanessa lebih lanjut.
"Berdua doang?"
"Enggak, berempat juga gak apa-apa."
Tatapan mata Felis agak membundar. Bingung dengan keadaan. Ada hal penting apa lagi yang ingin diutarakan oleh Vanessa di saat seperti ini? Harus sekarang banget?
Felis menoleh ke arah Steven. Steven menatap mata istrinya sesaat. Mereka saling mengangguk. Felis merelakan keadaan. Ingin menguji rasa saling percaya terhadap suaminya. Berempat, mereka sudah berdiri berdekatan, membentuk lingkaran.
"Oke.. ada apa Van?"
"Gua cuma mau bilang.. gua mau minta maaf, soal yang dulu-dulu.."
"Eh.. ya ampun.. gua juga.. minta maaf ya Van," Steven menggaruk pelipis kanannya. "Dulu, gua masih bocah kelakuannya.."
"Iya gak apa-apa Steven, tapi sekarang, ada yang lebih penting.." Vanessa mengatur napasnya sebentar. "Gua udah denger cerita kalian, dari Rian."
Mendengar kalimat singkat barusan, wajah kedua pasutri baru di hadapan Rian dan Vanessa langsung tegang.