Konsonan Cinta yang Kehilangan Vokalnya

Muhammad Arief Rahman
Chapter #8

G. JANJI KELINGKING

'Bagaimana bisa ia menemukanku?'

Itulah yang pertama kali terdetik di dalam benakku, membuatku kembali meragu kepada Imelda yang entah bagaimana caranya bisa tahu dengan pasti lokasi keberadaanku.

Rencanaku untuk pulang dan bersantai di rumah dengan nyaman seketika sirna melihat seorang gadis di hadapanku ini. Aku tak tahu pasti apa maksud kedatangannya kali ini. Yang jelas, kejadian di Resto Huang Seafood masih terpatri jelas dalam memori ingatanku.

Tamparan yang membuatku tak kunjung bisa memejamkan mata kala malam tiba, menyebabkan aku yang selalu saja terjaga. Kekesalanku pada gadis bermata biru ini pun masih terasa membuncah di dalam dada. Dia yang begitu lihainya menikmati panggung sandiwara, tanpa peduli denganku yang menanggung nasib di tempat kejadian perkara. Dan lihatlah sekarang, dirinya justru datang dengan wajah tanpa dosa, seolah sebelumnya tak pernah terjadi apa-apa antara kita.

Wahai, apa kau tahu betapa susahnya aku karenamu, Imelda?

"Sepertinya aku datang di waktu yang tepat, ya ...."

Imelda menyunggingkan senyum misterius miliknya, kuanggap begitu karena aku selalu saja tidak bisa menebak apa yang dipikirkan olehnya. Imelda selalu memasang wajah Poker Face miliknya dengan sempurna, ekspresi yang tak dapat kubaca.

"Tidak juga."

Aku paham apa yang ia maksud, sayangnya aku tidak tahu menahu bagaimana ia bisa seyakin itu dengan asumsi dan dugaan miliknya. Kalaulah benar Tuhan memberikan kelebihan pada Imelda, ini jelas sudah beda lagi ceritanya.

"Aku tahu semua tentangmu, Adnan. Termasuk tahu apa yang kamu dan temanmu ributkan sejak tadi. Bahkan saat sedang dalam perjalanan ratusan meter dari sini, jauh sebelum aku tiba."

Imelda merapikan hijabnya yang terhembus angin, lalu memandangku dengan tatapan yang seakan mampu melihatku.

"Maksudmu?" tanyaku yang sedikit menyangsikan perkataannya, tidak semudah itu percaya.

"Ah, sudahlah. Kita langsung ke inti pembicaraan saja, kamu nggak akan mengerti mak ...."

"Tidak jika kamu nggak memberi tahu," potongku yang mulai kesal dengan ekspresi Imelda yang terlihat sedang meremehkan diriku.

Perlu kau ketahui, bahwa takkan pernah ada satupun manusia di bumi ini yang rela diremehkan oleh lawan bicaranya. Kalimat Imelda tadi sudah jelas mengisyaratkan kalau dirinya malas untuk menjelaskan kepadaku yang nantinya malah gagal paham. Seakan-akan memberi penjelasan kepadaku tentang maksud perkataannya adalah sesuatu yang membuat dirinya jatuh dalam lembah kerugian.

"Hahaha ... Baiklah, Adnan. Aku akan memberitahumu semuanya tentang diriku. Amat sangat tak adil jika hanya aku yang tahu segalanya soal dirimu. Pastikan mobilmu nggak kekurangan bahan bakar, ya."

Imelda tertawa pelan lantas berjalan menuju tempat mobilku diparkirkan. Aku menyusul Imelda dan membukakan pintu mobil untuknya. Astaga, sejak kapan aku jadi sopir pribadi Imelda? Perlakuanku kepada gadis ini seolah telah terprogram rapi di kepala, refleks menolongnya.

"Adnan ... Seharusnya kamu tidak memandangku sedemikian rupa, agar bisa melihatku dari sudut pandang yang berbeda."

Imelda berujar pelan kepadaku yang serta merta sibuk memikirkan maksud dari tiap kata yang telah ia ucapkan. Maafkan aku, Imelda. Sepertinya sekarang diriku memang sedang gagal paham, kupastikan hanya kali ini saja.

Lihat selengkapnya