Dalam situasi apapun, kita harus menghadapinya tanpa ampun. Situasi yang dirasa sulit menghadapinya sekarang, jangan sampai patah arang. Karena sebaik-baik peran dalam pementasan ialah mereka yang melakukan persiapan. Segala aspek yang ada harus dikuasai secepatnya. Sebab, saat sudah di panggung nanti, kita tidak tahu pasti sebesar apa euforia yang menghujani. Boleh jadi gambaran panggung yang selama ini kita tekuni, bisa berubah drastis dan berlawanan dengan yang dikehendaki.
Seharusnya aku banyak berunding dengan Imelda soal rencana kami, mendiskusikannya dengan teliti. Sayangnya ia memintaku untuk menikmati alurnya tanpa perlu banyak bertanya. Kuakui kalau peran kali ini cukup berbahaya. Tapi demi kebaikan dirinya dan senyum indahnya, aku rela untuk masuk ke dunianya. Lebih tepatnya, dunia milik keluarga besar Imelda yang tersohor dan disegani. Huang Family.
Mestinya aku tidak pernah berurusan dengan keluarganya. Seharusnya hubungan tersebut tidak kami bawa sejauh sejauh yang kita bisa. Cukuplah sebatas Wakil Camat dan seorang warga yang memiliki masalah atas KTP-nya. Bahkan aku sudah tak mengenali diriku yang sejati dan tidak begini. Naluri manusia yang tamak mulai memasuki alam pikiranku, membuncah seiring berjalannya waktu. Dari rasa kasihan hingga perhatian. Menuju kepada kesepakatan lantas berbuah perjanjian. Empat fase sudah kujejaki, akankah aku sudahi dan mulai mawas diri?
* * * * * * * * * *
"Hei, sebaiknya kita tunda saja dulu. Kamu yakin nggak mau cerita dulu?"
Aku serta merta menghentikan langkah Imelda yang tampaknya berusaha keras mengenyahkan duka. Tetapi dengan melihat wajahnya, ia terlihat tidak sedang baik-baik saja.
"Aku ...."
"Ayolah ... kita duduk di bangku sebelah sana, yuk. Tenangkan dulu pikiranmu, bisa-bisa rencana kita gagal total nanti."
"Tidak usah, aku baik-baik saja ... jangan sampai kita gagal dengan panggung kali ini. Rumah ayahku sudah kelihatan," ucap Imelda yang sudah selesai menghapus air matanya.
"Oh, yang mana?"
"Itu ... Di sana."
Kediaman milik keluarga besar Imelda memang beda dengan rumah penduduk sekitarnya. Sangat kontras, meskipun bukan yang terbesar di antara rumah-rumah yang ada. Di depan gerbangnya kami sudah disambut oleh patung naga keemasan yang melingkari tiang penyangga, lalu tampak seperti menyemburkan tulisan melalui mulutnya. Huang Family. Terukir indah di atas gerbang, menyiratkan makna yang begitu dalam.
"Kau sudah siap?" tanyaku.
Aku memperhatikan Imelda yang sedari tadi menatap datar rumah keluarganya, tanpa sedikitpun ekspresi di wajahnya.
"Tentu saja. Perlihatkan kemampuan negoisasimu, Adnan. Mari kita lihat seperti apa respon dari orang tua itu."
* * * * * * * * * *