Kecelakaan itu, aku tidak tahu lagi apa yang terjadi setelahnya. Saat tersadar, aku sudah berada di atas ranjang yang lebih empuk ketimbang kasur tipisku di panti asuhan dengan suhu ruangan yang sangat sejuk dan menyegarkan. Pakaian kumal milikku sudah berganti warna menjadi biru muda dengan bahan yang menurutku lebih bagus dan terlihat mahal. Sebuah selang kecil menempel di tanganku dan seketika seluruh badanku terasa lemas dan pegal. Hingga anak kecil yang kuselamatkan itu masuk dan terkejut melihatku.
"Kau sudah sadar!!!" seru anak itu sembari berlari ke samping ranjangku dan menekan sebuah tombol.
"Aku ... di mana?" tanyaku yang bingung dengan anak kecil ini, ia malah menangis keras tanpa sebab.
"Kakak lagi di rumah sakit sekarang."
Pintu ruangan tiba-tiba terbuka dan masuklah Pak donatur panti beserta istrinya yang langsung histeris dan memelukku erat, membuat ngilu sekujur tubuhku.
"Kukira ... kamu takkan bangun lagi, Nak ...."
"Maaf Nyonya, biarkan saya periksa dulu anak ini." Seorang dokter langsung memeriksa tubuhku
Pak donatur tersenyum menatapku seraya mengusap kepala anak kecil yang sejak tadi menangis kencang, ternyata dia adalah anak semata wayang beliau.
"Bagaimana keadaannya, Dok?"
"Tuan dan Nyonya tak usah risau. Kondisinya sudah mulai membaik, tapi bekas luka di sekujur tubuhnya akan susah dihilangkan."
"Syukurlah ...." Pak donatur menghela napas lega.
Istri Pak donatur pun mengusap pipinya yang basah dan menyalami dokter itu dengan erat. "Puji tuhan! Terima kasih sudah berusaha maksimal, Dok. Aku benar-benar ...."
"Baiklah, Nyonya. Jika ada keluhan lainnya silahkan tekan tombol Nurse Call saja. Saya segera kembali untuk memantau pemulihannya satu jam lagi," ucap dokter itu yang langsung bergegas keluar.
Pak donatur mendekatiku dan mengusap pelan kepalaku. "Apa yang kamu rasakan sekarang, Nak? Masih terasa sakit?"
"Aku ... hanya lapar, Pak ...." lirihku sambil meremas perut dengan kedua tanganku.
Sebenarnya aku malu mengakuinya. Tapi melihat wajah tulus Pak donatur yang baik hati nan dermawan itu, perut keronconganku berkoar hebat dibuatnya. Mendengar ucapanku tadi, Pak donatur langsung tertawa renyah.
"Hahaha ... Kamu lucu sekali, Nak." Pak donatur mengacak-acak rambutku. "Juan, pesan Go-Food sekarang!" perintahnya pada anak kecil yang dari tadi menatapku.
"Pesan makan apa, Pa?"
"Whole Chicken Original yang di KFC Mega Mall. Porsi jumbo, ya ...."
"Siap, Pa!"
Baiklah, aku jadi bingung kembali dengan berbagi macam istilah di dunia ini. Kenapa pula menu makan di Indonesia memakai bahasa asing? Aku masih belum paham.
"Namamu Adnan Saputra, kan?" tanya istri Pak donatur, aku spontan mengangguk dan mengiyakannya.
"Kamu sudah menyelamatkan nyawa anak kami, Nak. Sebagai ucapan terima kasih, kami menerimamu menjadi bagian dari keluarga ini, Adnan. Mulai sekarang, kami adalah orang tuamu dan kamu bisa menjadi kakak untuk Juan. Kamu mau, kan?"
Lagi-lagi aku hanya bisa mengangguk. Sejak itu, kehidupanku mulai berubah dan dimulailah masa-masa indah di mana aku pernah merasakan hangatnya sebuah keluarga.
* * * * * * * * * *
"Adnan ...! Juan ...! Ayo turun dan lekas sarapan."
"Iya, Ma ....," sahutku yang sudah turun dan tiba di ruang makan.