Konstelasi Odi

Ratna Ambar
Chapter #2

Wiranya Odi

Sore ini, Bandung semakin sendu dengan langit mendung yang anehnya malah terlihat menawan. Tiga orang perempuan melintasi lorong gedung Fakultas Ekonomi dan Bisnis, dua diantaranya tertawa antusias mendengar cerita salah satu dari ketiganya.

“Emang dia bilang gitu, Bir?” Perempuan berambut sebahu itu mengernyit tidak percaya sambil menahan tawa.

“Iya, Gis. Mana Miss Linda killer banget. Emang bener-bener si Ramdan tuh, gaada takut-takutnya dapet indeks D.” Mereka tergelak bersamaan.

“Emang bener-bener.” Audi menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Eh, Od. Kamu bawa motor hari ini?”

“Nggak,Bir. Mas Wira ngajakin makan di luar hehe.”

“CIEEEE...” Brianda menyodok-nyodok gemas pinggang Audi.

“Gis, kamu langsung pulang?” tanya Audi yang masih sibuk menangkis tangan Bianda.

“Kayaknya aku mau ke sekre BEM dulu, deh. Notes aku ketinggalan pas kemarin rapat.”

“Yaudah, bareng sama aku aja, Gis. Aku mau ke perpus.” Ujar Brianda.

“Eh, kita misah di sini aja kalau gitu. Aku janjian di gerbang belakang soalnya. Kalian lewat pintu depan kan?” Audi memastikan dan diikuti anggukan kedua temannya itu.

“Okeh, Od. See u besok,Od. Kalau udah ketemu Mas Wira, kabarin ya.” Brianda melambaikan tangan diikuti dengan Gistara yang juga melambai ke arah Audi.

“Okay. See u tomorrow.” Audi balas melambai kepada mereka.

Audi terus melambai kepada kedua temannya hingga temannya menghilang di ujung lorong fakultas. Audi lalu berjalan menuju arah yang berlawanan untuk menuju ke gerbang belakang gedung. Gedung fakultas tidak terlalu ramai mengingat itu adalah hari Jumat dan jam juga sudah menunjukkan pukul lima sore. Audi sampai di bagian belakang gerbang fakultasnya yang bersebelahan dengan gerbang Fakultas Teknik. Audi melongok ke atas memastikan bahwa hujan belum turun. Ia mengeluarkan handphone-nya dan memencet beberapa tombol.

“Halo?”

“Hei. Udah selesai kelasnya?”

Bress...

“Udah, Mas. Eh.. yah. Hujan.” Audi merengut begitu melihat tiba-tiba hujan turun dengan derasnya.

 “Hujan, ya? Pasti ga bawa payung kan kamu?”

“Hehehe.”Audi meringis sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

“Kamu tunggu di situ aja, ya. Mas kesana sekarang.”

“Okeii.” Audi membentuk tanda ‘OK’ dengan jari tangannya.

“Bye.”

“Babai.”

Hujan turun semakin deras. Audi hanya mengetuk-ngetukkan kakinya ke lantai sambil sesekali mengecek ke arah jalan Fakultas Teknik. Tidak menunggu terlalu lama, sesosok laki-laki dengan payung birunya muncul dari arah Fakultas Teknik. Tak perlu waktu lama bagi Audi untuk mengenalinya. Laki-laki itu melambai dan dibalasnya dengan lambaian kuat. Aditya prawira, dengan celana kargo khaki, dan kaus abu-abu yang dilapisi kemeja flannel warna cokelat lengkap dengan sepatu boot tingginya. Wira mempercepat langkahnya begitu melihat Audi yang menunggu di pelataran gedung fakultas.

“Jangan lari. Itu airnya kemana-mana.” Audi setengah berteriak ke arah Wira yang malah disambut dengan langkah kaki Wira yang justru lebih cepat dari sebelumnya.

“Udah Mas bilang suruh bawa payung, masih aja lupa.” Wira menggandeng tangan Audi lalu memayunginya.

“Ih, kan ada Mas. Kalau ada kamu mah aku ga perlu bawa payung, hehe.”

“Ya udah iya. Mas parkir di seberang. Mau ikut Mas ambil mobil apa nunggu di gerbang terus Mas jemput?”

“Ikut Mas aja ga apa-apa.”

“Nanti kehujanan dikit gapapa?”

“ih, apa sih. Gapapa kali. Ayo.” Audi menggandeng lengan Wira yang tersenyum lebar melihat pacarnya itu.

Mereka berdua berjalan menuju parkiran mobil yang ada di seberang fakultas Audi. Usut punya usut, dulu parkiran mobil ini nggak ada. Namun, kakak tingkat FEB yang dulu gosipnya sampai berunding ke prodi untuk mengusulkan pembangunan parkiran mobil ini. Pihak kampus, yang entah dapat inspirasi dari mana, tiba-tiba mengiyakan pembangunan parkiran ini. Sampai saat ini, parkiran ini akan dipenuhi dengan mobil-mobil mahasiswa mulai dari yang butut karatan sampai golongan super car mewah limited edition. Maklum, anak ekonomi dan bisnis. Kayak ada yang kurang gitu, kalau ke kampus ga sambil roadshow mobilnya. Kalau Audi, dia sih lebih memlih pakai motor vespa putihnya kalau nggak boncengan sama Wira pakai vespa merah punya Wira. Anti macet, katanya setiap ditanya. Namun, karena beberapa hari ini sering hujan, Wira memutuskan untuk pergi naik mobil sedan kesayangannya itu untuk ngampus.

Wira memencet tombol di kunci mobilnya dan lampu mobil sedannya berkedip. Audi segera menuju sisi kiri mobil Wira untuk masuk ke mobil. Wira membuka pintu mobilnya lalu duduk dengan nyaman dan memasang seatbelt sambil menyalakan mesin mobil. Wira menoleh ke arah Audi lalu tersenyum melihat seatbelt Audi yang belum terpasang. Wira lalu meraih seatbelt kursi Audi dan memasangkannya. Audi tersenyum simpul sambil memencet tombol untuk audio mobil. Wira segera melajukan mobilnya untuk keluar area parkir.

“Ini,A’” Wira menyerahkan karcis parkir dan dua lembar uang.

“Eh, Mas Wira. Sama Neng Odi ya?” Wira tersenyum ke arah Audi sambil menerima uang kembalian parkir.

“Hehe.” Audi tersenyum malu-malu ke arah Aa penjaga parkir mobil.

“Makasi, A’” Wira mengangguk pelan sebelum melajukan mobilnya.

Lihat selengkapnya