Sendirian di rumah yang besar seperti ini, selalu membuat pikiran Leta berkelana tak tentu arah. Tentang kedua orang tuanya, tentang memori masa kecilnya dan tentang dirinya sendiri.
Satu hari lewat lagi dengan begitu lambat, Leta baru saja mendapatkan sebuah kabar mengejutkan lainnya dari Mamanya. Kemarin malam Mamanya meneleponnya, memastikan Leta makan dengan baik selagi dirinya tak ada. Leta yang jelas tak mau membuat Mamanya khawatir, menjawab dengan suara ceria yang dibuat-buat.
"Mama nggak sibuk ya? Nanti Leta malah ganggu, Mama lanjut kerja aja Leta nggak apa-apa kok sendiri. Leta makan tiga kali sehari teratur, kan masih ada Mbak di sini jadi tenang aja."
"Nggak apa-apa, Sayang, Mama lagi nggak sibuk kok. Mama mau nge-check kamu aja, lagian kan kamu yang nggak mau tinggal dulu sama Mama menjelang rumah itu dibeli. Gimana sama rumah yang dicariin Papa, udah ada yang kamu mau belum?" tanya Reta dari ujung sana.
"Belum Ma, kemarin Papa nawarin ada beberapa. Habis aku bingung banget mau yang mana, jadi aku serahin aja ke Papa sekarang. Nggak tau kalau sekarang udah dapat apa belum," ujar Leta pelan.
Ia memandangi langit-langit kamar yang sebentar lagi akan dia rindukan ini. Reta berganti berceloteh tentang apa saja pada putrinya, ia tak mau pembicaraan ini berakhir dengan cepat. Sejujurnya Reta juga masih merasa bersalah dengan semua ini.
"Emm Ma, aku boleh nanya sesuatu nggak?" Leta bertanya kemudian, menyela celotehan Reta.
"Boleh, ada apa?" jawabnya cepat.
"Mama sama Papa...udah sampai mana proses perceraiannya?"
Reta bergumam pelan, cepat atau lambat ini semua akan diketahui oleh Leta. Maka dengan pemikiran itulah Reta menceritakan sesuatu di balik semua ini.