Satu minggu bersekolah di tempat baru, tak lantas membuat Leta memiliki teman. Padahal Leta sudah merasa ia berubah ramah di sini, berusaha menyapa siapa saja dan berusaha bersikap menyenangkan bagi orang lain. Namun, nyatanya Leta tetaplah sendiri dan hanya bisa merecoki Linki yang bisa ia ajak bicara sekali-kali.
Meski setelah itu juga, Linki ikut mendiamkannya karena tingkah konyol Leta. Karena tak juga menemukan seseorang yang bisa diajak berbicara. Esok harinya, Leta memilih mengunjungi perpustakaan yang sangat jarang dikunjungi. Untungnya Leta ingat di mana letak perpustakaan meski dengan penjelasan tak niat Linki.
Leta menelusuri pojok ruangan ketika menemukan sebuah rak kecil khusus buku fantasi. Pojok ruangan yang tertutup rak-rak besar buku lainnya, mengingatkan Leta akan kenangan masa kecilnya. Dahulu dirinya sangat suka bersembunyi di tempat sempit seperti ini, hanya untuk menghibur diri ketika kedua orang tuanya sibuk dengan perusahaan mereka.
Kadang, Leta juga membuat piknik ala-ala dan membangun tenda kecil di halaman belakang rumah di temani para Bibinya. Sekarang sayangnya semua itu tinggal kenangan, tak bisa diulangi lagi.
Leta mengenyahkan pikirannya segera, ia langsung bergegas mengambil salah satu buku. Meski tak terlalu suka membaca, Leta sejujurnya tertarik dengan cerpen fantasi. Itu juga tak lepas dari kenyataan bahwa ia juga memiliki kekuatan magis sama seperti tokoh di cerita-cerita yang dibacanya. Membuat dirinya setidaknya merasa memiliki teman yang mempunyai kesamaan yang sama.
Memilih duduk membelangkangi rak besar buku, Leta sibuk membaca. Hingga jam istirahat berakhir begitu cepat, ia pun kembali ke kelas. Maka rutinitas baru Leta pun di mulai, setiap jam istirahat ia akan langsung bergegas menuju perpustakaan. Karena ia juga tak memiliki teman untuk diajak bicara, terkadang Leta meminjam buku lalu membawanya ke kelas.
Kegiatan ini terus berlanjut sampai tibalah suatu hari, kebiasaannya ini membawa bencana juga bagi dirinya.
Hari itu, setelah bel istirahat kedua berbunyi Leta langsung menuju perpustakaan. Suasana siang menjelang sore yang menenangkan membawa kantuk juga datang. Leta sudah menguap berkali-kali saat ia akhirnya tertidur juga.
Meski jam masuk kelas terakhir sudah berbunyi, Leta tak juga bangun. Ia tertidur pulas di perpustakaan.
Tanpa tau apa yang terjadi, seorang penjaga perpustakaan yang tak repot lagi memeriksa ruangan perpustakaan yang jarang dikunjungi, langsung mengunci pintu ketika bel pulang berbunyi nyaring.
Suasana yang semakin hening, membawa kesadaran Leta akhirnya kembali. Ketika ia berusaha mengucek matanya sendiri, Leta mulai menyadari situasi.