Konstelasi Rasa

Rain
Chapter #20

20

Ayunan yang bergoyang pelan membuat kesadaran Linki kembali. Ia hampir saja terjatuh akibat terkejut. Kenapa ia tiba-tiba sudah ada di sini? Linki menepuk-nepuk pipinya sendiri agar tersadar. Tapi hal itu tak menghasilkan apa pun. Ditambah mengingat tempat ini, adalah tempat di mana ia dan Leta pertama kalinya bertemu kembali setelah kecelakaan itu.

Linki memperhatikan lingkungan sekelilingnya. Semuanya sama persis! Linki bergegas berdiri dan menoleh ke sampingnya ketika ia merasakan hembusan angin melewatinya begitu saja.

Ini mimpi?

"Bukan Linki, semua hal ini tak pernah menjadi mimpi. Itu adalah caraku untuk masuk ke alam bawah sadarmu."

Linki menatap pria itu dengan terkejut. Baru saja ia memperhatikan sekitar, tiba-tiba pria ini sudah berada tepat di sebelahnya.

"Apa yang sebenarnya terjadi? Maksudku apa yang terjadi pada Leta?" tanya Linki berusaha tenang.

"Sudahlah, lupakan itu. Pertanyaan yang paling penting sekarang adalah kamu sudah tau kenapa saya memperingatkan kamu sedari awal tentang Leta kan?"

Linki menggumam dengan frustrasi, pertanyaan ini benar-benar mengganggu dirinya. 

"Ahh sudahlah, jika Anda benar-benar tak ingin membuat kami bertemu lagi kenapa tidak pisahkan saja kami?!" tanya Linki mulai muak dengan permainan ini.

"Memang itu yang sedang terjadi."

Linki terperangah, ia sejujurnya tak benar-benar menginginkan hal itu terjadi. Terutama pada Leta. Namun perkataan pria itu barusan terdengar tak main-main.

"Sebenarnya apa yang terjadi, hah? Tolong, jangan buat kami seperti ini...."

Suara Linki parau, ia menangis dalam diam. Ia tak tau lagi harus bagaimana. Di tengah semua keanehan Leta yang masih berusaha ia cari tahu penyebabnya, nyatanya dirinya juga ikut bermasalah di sini.

"Saya akan menceritakannya. Semuanya, tapi kamu harus berjanji setelah ini kamu harus mulai memutuskan. Itu pilihan kamu Linki, pilihan terakhir kalian," lirih pria itu duduk dengan tenang.

Sedangkan Linki tertunduk menatap tanah, mengais semua hal yang tersisa setelah apa yang akan ia dengar kali ini. Konsekuensi macam apa yang akan diterimanya? 

"Aku berjanji, asal pilihan itu membuat Leta kembali bersikap normal." Linki berkata dengan yakin, meski sisi lain dari dirinya berteriak keras menolak hal itu. 

Pria paruh baya itu tersenyum, lalu mengangguk.

"Jadi, siapkah kamu menerima semua kenyataan ini Linki?" Linki menatap pria itu dengan intens. Pria itu tersenyum ganjil padanya, seperti menyembunyikan maksud lainnya. 

"Kamu tau kan bahwa kalian berdua mengalami kecelakaan yang cukup parah. Kalian terluka secara mental, untuk anak-anak seperti kalian itu sangat berbahaya sekali. Karena itu kalian terpilih mendapatkan sebuah mukjizat. Mukjizat untuk melupakan semua kenangan buruk yang akan menghancurkan kalian jika kalian mengingatnya. Sekarang, jika kalian bertemu, ingatan kalian melebur dan bersatu pada ingatan masa sekarang yang ada dalam diri kalian masing-masing. Karena itu kalian harus terpisah Linki, sebelum ingatan salah satu di antara kalian menghancurkan diri kalian sendiri."

Pria itu menatap serius pada Linki yang sempurna membeku. Ia tak bisa lagi berkata-kata, Linki tergugu di tempat. Dan pria itu terus melanjutkan ceritanya.

"Sudah kukatakan, bukan? Kamu tak akan sanggup dengan semua konsekuensi ini. Tapi kamu harus memilih Nak, menjauh dari Leta dan tetap menjaga ingatannya tentang kamu. Atau tetap di samping Leta dan saling menghancurkan diri kalian masing-masing. Itu keputusanmu Linki."

“Apa…apa tidak ada…kesempatan lain?” tanya Linki putus asa.

Pria itu hanya menatapnya datar, dan menggeleng.

“Tak banyak waktu yang kamu punya Linki. Segeralah mengambil keputusan.”

Pria paruh baya itu pun berjalan pergi. Hembusan angin ikut mengiringi kepergian pria itu hingga ia tak terlihat lagi. Sementara itu Linki masih saja terdiam. Seluruh perkataan pria itu bercampur aduk di dalam benaknya. 

Segala beban itu ada padanya sekarang, dan ia harus segera memutuskan akhirnya sebelum mereka semua hancur.

--------------------

Sementara itu, Leta sibuk mengerjakan tugas setelah berhari-hari ia tak bisa fokus dengan baik. Tangannya berdenyut karena terlalu lama menulis, ia beristirahat sebentar dan memejamkan matanya. Kilasan memori berputar-putar dan hinggap begitu saja di benak.

Lihat selengkapnya