Dunia Danas akhir-akhir ini seperti dijungkirbalikkan ke dasar bumi. Sesuai prediksinya yang sering meleset, satu per satu bawahannya mengajukan cuti setelah acara akbar yang diadakan dua minggu yang lalu. Ditambah protes dari Milly karena rencana liburan mereka untuk jalan-jalan ala backpacker ke Benua Biru Eropa terpaksa ditunda sampai tengah tahun (efek domino dari pengajuan cuti bawahan Danas di kantor tentunya) dan pertanyaan dari sang ibu yang menanyakan pengganti Arya membuat sakit kepalanya kumat karena stres. Untuk mengalihkannya ia sengaja melarikan diri ke Ganendra Café agar dapat menenangkan diri. Benar juga kata orang, ucapanmu adalah doamu. Sepertinya untuk berikutnya ia harus lebih berhati-hati dalam berucap agar tidak menjadi bumerang bagi dirinya sendiri.
“Eh, ada Mbak Danas,” Sapa Putri ketika Danas memasuki café. “Sudah lama nih tidak melihat Mbak Danas kemari. Tumben datangnya malam hari?”
“Halo Mbak Putri, sedang melarikan diri dari kenyataan sejenak,” Danas menghampiri meja kasir dan balas menyapa dengan senyuman ringisan lelah dan terpaksa. “Pesan seperti biasanya ya Mbak.” Ia mengeluarkan uang tunai untuk membayar pesanannya.
“Ini kembaliannya dan ditunggu pesanannya diantar,” Putri menyerahkan uang kembalian.
“Terima kasih,” Balas Danas sambil berjalan menuju spot tempat duduk favoritnya. Seperti klaim tak kasat mata, para pengunjung café tersebut melabeli meja dan tempat duduk yang ditempati Danas saat ini adalah miliknya. Ada gosip liar yang berkembang bahwa yang menempati dan menduduki meja dan kursi tersebut akan terkena kutukan putus cinta seperti penghuninya sehingga selalu kosong tak terjamah. Putri hanya bisa menggelengkan kepalanya mendengar hal tersebut. Kasihan Danas, bukan maunya juga kali putus cinta untuk kesekian kalinya…, semoga saja Danas tidak sakit hati jika mendengar berita tidak benar tersebut… batinnya sambil mengutus salah satu stafnya untuk mengantarkan pesanan Danas ke mejanya.
Dan seperti biasa, si empunya nama sebenarnya sudah mengetahui kabar-kabur tersebut dan memutuskan untuk menutup telinganya rapat-rapat seolah tidak terjadi apa-apa dan semuanya baik-baik saja meskipun ia ingin menyangkalnya. Namun apalah artinya menyangkal jika hanya akan menguras energinya saja dan membuatnya menghindari tempat penuh sejarah patah hatinya ini. Lebih baik memilih untuk berfokus pada hal-hal yang tidak akan memancing kecemasan berlebihan, toh ia ke sini untuk menikmati menu makanan dan minuman favorit yang tak didapatnya pada bisnis restoran milik ibunya.
“Terima kasih,” Danas menghentikan sejenak aktifitas jarinya yang mengetik sesuatu pada laptop di hadapannya dan mengucapkan terima kasih kepada pelayan yang meletakan pesanannya.
“Sama-sama Mbak,” Balas pelayan tersebut kemudian meninggalkan Danas sendirian larut dalam kegiatan mengetiknya.
Tidak ada seorang pun yang tahu bahwa cara Danas melarikan diri dari dunia nyata adalah menjadi penulis cerita online di beberapa aplikasi dengan nama pena ‘RORO’. Mengandalkan pengalaman cinta pribadinya yang penuh kenahasan, ia telah menelurkan sembilan belas cerita yang berhasil membuat para pembacanya ikut terhanyut merasakan apa yang disampaikannya. Meskipun ia selalu mengandalkan tema romansa yang terkesan ‘mainstream’ di kalangan penikmatnya, namun jangan dianggap hanya roman picisan belaka. Danas selalu punya cara yang berbeda ketika menyampaikannya dalam format cerita. Dan saat ini ia sedang memulai cerita ke dua puluhnya, tentu saja pengalaman cintanya dengan Arya yang akan menjadi pusat temanya. Meskipun tak dipungkiri pundi-pundi materi cukup banyak menambah isi kantongnya, namun tujuan utamanya adalah sebagai terapi untuk membuat dirinya sembuh dari kecewa akibat kegagalan asmara dan tetap optimis bahwa akan ada seseorang terbaik di luar sana entah siapa yang akan mendampinginya sebagai sosok suami dan belahan jiwanya.
“Sedang melakukan apa?” Tanya seseorang.
“Sedang melarikan diri dengan membuat cerita,” Jawab Danas polos tanpa tahu siapa yang mengajaknya bicara dan memilih sibuk dengan meminum kopi susu pandan yang diambilnya di sebelah laptop-nya. Imajinasi tak terbatas begitu menyita fokusnya saat ini hingga kepalanya enggan menoleh kearah pemilik suara rendah dan berat yang ia tahu pasti bergender lelaki. Ia terlalu malas untuk merespon objek hidup di hadapannya yang berniat mendekati dirinya dengan basa-basi receh sehingga menjawab sekenanya.