Kontrakan Cinta : Rian dan Bayu

Tara Joo
Chapter #7

CHAPTER 7

Pagi itu, Bayu bangun lebih cepat dari biasanya. Ada energi dan semangat baru yang ia rasakan, entah dari mana asalnya. Usai salat, ia bergegas ke dapur. Piring bekas Rian semalam dicucinya bersih, kemudian ia memutuskan membuat roti bakar dan susu hangat, dua porsi. Aromanya memenuhi kontrakan. Suasana terasa damai, jauh dari dinginnya malam.

Setelah semuanya beres, Bayu melepas pakaiannya, melilitkan handuk di pinggang, bersiap masuk kamar mandi. Namun, ia teringat pesan Rian semalam yang meminta dibangunkan. Ia mengurungkan niatnya untuk mandi. Dengan langkah pelan, ia berjalan ke ujung ranjang, berhenti di sana.

Bayu memperhatikan wajah Rian sejenak. Napasnya teratur, wajahnya terlihat damai. Ada perasaan aneh yang menghampiri Bayu, antara takut mengganggu dan rasa peduli yang dalam. Dengan takut-takut, ia menyentuh betis Rian, menggoyangnya pelan.

"Bang... Bangun, Bang. Sudah pagi," bisik Bayu lembut. Kepala Rian terangkat pelan, matanya terbuka perlahan, menangkap siluet Bayu di depannya.

"Ada apa, Bay?" suara Rian terdengar serak khas orang baru bangun.

"Tadi malam kan, Bang Rian minta dibangunin pagi-pagi," kata Bayu, sedikit khawatir Rian akan marah karena merasa dibangunkan terlalu pagi.

"Emang ini jam berapa, Bay?" Rian bertanya sambil mengucek matanya. Ia menyibakkan selimut sedikit, menguap lebar.

"Masih setengah enam sih, Bang," jawab Bayu, menggaruk pelipisnya yang tidak gatal, menunggu reaksi Rian.

"Oh..." kata Rian singkat, lalu ia mengulurkan tangannya ke Bayu. "Bay... bantuin gue bangun dong."

Bayu segera menyambut tangan Rian. Namun, tanpa aba-aba, Rian menarik tangan Bayu kuat-kuat hingga tubuh Bayu jatuh ke dalam pelukannya. Bayu tercekat kaget menindih tubuh Rian yang kini tersenyum tipis di bawahnya. Tangan Rian memeluk erat tubuh Bayu seakan tak ingin membiarkannya pergi. Wajah mereka begitu dekat, hanya berjarak beberapa inci. Mata mereka saling bertatapan, mencari arti dalam keheningan yang tiba-tiba. Hembusan napas mereka saling bergantian menyapu wajah. Rasa hangat tubuh Rian, sisa parfumnya yang maskulin, dan tatapan matanya yang teduh, semuanya membanjiri indra Bayu.

"Ehhh... rasakan ini!" Rian lalu mencubit pinggang Bayu dengan gemas sementara tangan kanannya memeluk leher Bayu, menekan kepalanya ke dadanya. Bayu yang kegelian berusaha melepaskan diri dari pelukan tubuh Rian, tapi Rian menekannya lebih erat. "Lepasin... Bang. Ampun... geli, Bang!"

"Kenapa lu diemin gue? Hah... ini akibatnya kalau lu cuekin gue," kata Rian dengan gerakan cepat membalik posisi mereka. Rian berguling, hingga kini Bayu yang telentang di bawahnya. Handuk Bayu telah tersingkap, dia telah bugil sepenuhnya. Tubuh polosnya kini ditindih Rian.

"Bang... Bang... handuk saya lepas, Bang!" Bayu berkata panik, berusaha menutupi diri. Rian tidak peduli, dia tetap tidak membiarkan Bayu lolos. Kedua tangan Bayu dalam genggamannya, di tahan di atas kepala Bayu.

"Bang... sudah dong," kata Bayu setengah memohon, masih berusaha menutupi tubuhnya dengan kaki.

"Kamu jawab dulu. Kenapa lu cuekin gue?" Rian menatapnya lekat, mata Rian kini menyiratkan keseriusan di balik candaan.

"Habis... Bang Rian tidak jawab panggilan telepon saya," kata Bayu, pasang muka cemberut, pipinya masih merah.

"Kan... kamu bisa tanya langsung. Jangan langsung main diemin dong," Rian membalas, nadanya melunak. "Tapi gue minta maaf ya, Bay. Waktu itu gue sibuk banget jadi nggak bisa jawab telepon kamu."

"Iya sudah tidak apa-apa, Bang. Saya mengerti posisimu, Bang." Mata mereka bertatapan, kecanggungan mencair menjadi kehangatan.

"Tapi Bay... kali ini gue janji gue tidak bakalan reject telepon kamu lagi. Gue tidak bisa tenang kamu cuekin. Hanya gue gengsi aja ngakuin duluan. Sama kayak kamu. Gengsian juga tidak mau cerita kalau kamu punya masalah," Rian berbisik, mendekatkan wajahnya sedikit.

"Saya tidak mau aja, gangguin Bang Rian. Tidak mau jadi beban terus sementara Bang Rian kan juga sibuk kerja," balas Bayu, nadanya menyesal.

"Stop... jangan pernah ucapin kata-kata itu lagi, Bay. Gue tidak merasa kamu beban gue," Rian berkata tegas, namun dengan sorot mata yang lembut.

"Iya... Bang. Terima kasih," Bayu menjawab pelan, hatinya menghangat. Hening sejenak.

"Bang, tapi badan Bang Rian berat nih... mana gue sudah telanjang begini. Mending Bang Rian mandi biar tidak telat ke kantor, Bang," kata Bayu, mencoba bangkit, malu tapi juga geli dengan situasinya.

"Tidak. Gue... nggak mau lepasin kamu dulu. Gue masih rindu," katanya, senyumnya mengembang dan pipinya merona merah. Bayu tak kalah malu, dia memalingkan muka menyembunyikan senyumannya.

TOKKK... TOOKK TOOOKKK...

"RIANN.... BAYU... Kalian sudah bangun belum? Ingat ngantor.... entar kalian telat." Teriak Bu Lastri dari luar kontrakan, suaranya nyaring seperti biasa. Mereka saling menatap, tawa kecil tersembunyi di bibir masing-masing.

Pagi itu, di pabrik, Bayu menunjukkan semangat kerja yang luar biasa. Senyum kebahagiaan terpancar jelas dari wajahnya. Rasanya semua bebannya telah terangkat, tergantikan oleh kehangatan yang masih terasa dari pelukan Rian.

Dia menyapa Mbak Ana yang tegas dengan ceria, lalu beralih ke Mbak Vivi yang centil. Tanpa ragu, Bayu langsung mengajaknya selfie. Mbak Vivi menjerit kegirangan, pipinya memerah, tidak menyangka Bayu yang polos itu berani mengajaknya seperti itu. Bahkan, Bayu sempat mengajak Pak Didi tos saat bertemu di pintu masuk gudang, membuat mandor itu terheran-heran.

Budi yang melihat tingkah Bayu yang di luar kebiasaan, menyenggol lengan Kipli yang bengong. "Kenapa tuh anak?" tanyanya, berbisik.

"Kesambet kali, Bud..." Kipli menggeleng-gelengkan kepala, geli.

Saat mengepak dan menyortir barang ke dus pun, Bayu melakukannya sambil bersenandung kecil. Keringat yang menetes tidak terasa mengganggu, semangatnya meluap-luap.

Tiba-tiba, HP-nya bergetar di dalam celana kerjanya. Bunyi notifikasi terdengar samar. Bayu segera meraih ponselnya.

RIAN: "PING!!! Bay.... kita pulang bareng yuks. Lu naik bis aja. Gue tunggu lu di halte."

BAYU: "Ok Bang."

Bayu mengetiknya cepat. Tiba-tiba, balasan dari Rian masuk lagi.

RIAN: "Tungguin gue ya... 😘"

Bayu tak bisa menahan senyumannya. Pipinya memerah. Jantungnya berdebar kencang.

BAYU: SIIAAPP... Bang.

RIAN: ❤️

BAYU: 🙈

Bayu menyimpan ponselnya, senyumnya semakin lebar. Hari ini terasa berbeda. Asap mesin pabrik dan debu gudang tidak lagi terasa menyesakkan, seolah jadi bagian dari melodi kebahagiaannya. Hatinya melompat kegirangan, tak sabar menunggu jam pulang kerja.

Kipli yang sedari tadi memperhatikan Bayu, menyenggol lengan Budi.

"Eh... Bud. Liat tuh temen lu. Si anak kampung lagi berbunga-bunga," kata Kipli, melirik Bayu dengan geli.

Budi ikut menatap Bayu. "Iya... kemarin aja lu sedih banget kayak nggak ada gairah hidup. Melamun nggak jelas saat kerja. Eh... tahu-tahu hari ini sudah sumringah. Kenapa nih?" Budi menyeringai. "Lu habis dapat jatah dari pacar lu ya semalam?"

"Hush! Astaga, Bud... kamu kok ngomongnya begitu sih!" kata Bayu panik.

Budi dan Kipli tertawa. "Hahaha... habis lu, lagi sedih dipendam sendiri. Lagi senang ketawa-ketawa sendiri, semuanya buat diri lu sendiri. Kayak lu nggak punya teman aja di dunia ini," kata Budi.

Lihat selengkapnya