Kopi dari Lovi

Farra Dewi
Chapter #3

Coffe#2 - MILIK KITA

"Menyesap rasa yang tak pernah kusuka. Menghadirkan ego yang tak tahu akan berpihak pada siapa."

"Mesum." gadis bercepol itu membenamkan wajahnya di atas meja menghadap tembok di sampingnya. Jari telunjuknya mengarah pada Kevin yang berada di sisi kanannya.

Notebooknya masih terbuka dan menyala. Menampilkan aktor-aktor korea yang sedang beradu akting. Rupanya ia menonton drama korea. Di sebelah kursor notebooknya terdapat stiker hologram yang bertuliskan Lovita A.

"Vin! Lo enggak nge...."

"YA ENGGAK LAH!" Kevin membantah dengan cepat dan tegas. "Enggak gitu ceritanya, boy." Kevin terlihat panik sendiri. Bingung harus menjelaskan mulai dari mana. Memang otaknya otak mesum, tapi ia tidak sejauh itu juga.

"Jadi gini...."

***

Selagi Devan mengatasi Customer Maha Benar, Kevin malah mengintip kecil ke arah layar notebook milik gadis bercepol itu. Perlahan, kakinya terus bergeser sedikit demi sedikit ke arah gadis tersebut, sampai ia tidak menyadari ada bangku kosong di sampingnya. Alhasil ia tersandung dan akhirnya jatuh ke arah gadis itu dengan posisi yang bisa dibilang "mesum"

Gadis itu spontan menurunkan headphonenya, memundurkan bangkunya dan berdiri, kemudian berteriak, "WOY! MESUM LO, YA!" .

***

"Ya, lo ngapain kepo-kepo amat jadi orang?" sergah gadis itu, yang sudah diketahui bernama Lovita.

"Ya, gue pikir lo lagi ngeliat yang ena-ena." Sudah jelas salah, Kevin malah ikut mempertegas kalimatnya. Memang, bukan Kevin namanya kalau ia mengalah begitu saja.

"MATA LO ENA-ENA!"

Devan memijat keningnya. Pusing sendiri mengurus dua orang ini. Kevin yang jelas sudah melakukan kesalahan bukannya meminta maaf, malah melanjutkan adu argumennya. Padahal dari dulu ia sudah bilang bahwa sebagai barista kita harus me-raja-kan para customer

"Tuh, 'kan, udh enggak becus bikin kopi, mesum pula." custumer wanita tadi ikut nibrung. Tatapannya seolah berkata, "haha sukurin lo! Emang enak." Rasanya ia puas melihat Kevin mendapat masalah baru.

Baru saja Kevin hendak membalas ucapan customer itu, mulutnya sudah didekap oleh Devan.

"Saya mohon maaf atas kelakuan rekan saya yang tidak mengenakkan, sebagai gantinya Mbak dapat satu kopi gratis."

"Enggak butuh!"

Kevin dan Devan mengernyit. Menatap wanita ini dengan tatapan "dih!"

"Maksudnya enggak butuh kalo cuma satu!" Lovi mengangkat kepalanya, menghadap ke arah mereka dengan ekspresi muka yang cemberut, kesal dan jahil?

"Lima!" ia membentuk telapak tangannya seperti high-five. Dengan ekspresi yang sudah berubah penuh antusias dan sedikit memaksa?

Kevin semakin naik pitam. "Kenapa enggak sekalian aja lo bawa pulang tuh se mesin-mesinnya!"

Lovi semakin berbinar. "Boleh?"

Kevin greget sendiri melihat tingkah Lovi. Ia menggeram dengan tangan yang seolah ingin mencabik wajahnya.

*****

Senja sudah hampir tenggelam, tapi Lovi masih setia pada tempatnya. Kali ini tidak sedang menonton drama korea. Lovi tertidur pulas dengan lipatan tangan yang menopang kepalanya. Wajahnya ia hadapkan ke tembok di sisi kirinya. Notebooknya masih di atas meja, namun dalam keadaan tertutup.

Devan mengira Lovi ketiduran, karena terlalu lelah menonton drama. Mungkin. Matanya menyusur mencari Kevin, namun sosok yang dicari tak kunjung terlihat. Akhirnya, ia memutuskan untuk membangunkannya.

"Mbak, bangun, Mbak." Devan menepuk pelan bahu Lovi. Namun, tak ada pergerakan, tak ada jawaban.

"Mbak...." Devan masih mencoba. Untuk yang kedua kalinya, masih tidak ada jawaban.

Lihat selengkapnya