Kopi Tanah Diam

Danri AS
Chapter #1

1. Idealis

Namaku adalah Kopi. Orang tuaku memberikan namaku Kopi, karena mereka memiliki kebun kopi yang luas. Kebun kopi itu memberikan keuntungan finansial bagi keluargaku. Aku bisa kuliah dan memiliki rumah pribadi, itu semua dari hasil kebun kopi.

Sehingga Kopi menjadi namaku, dengan harapan bisa berguna bagi banyak orang. Ceritaku dimulai pada tahun 1994, saat itu aku mahasiswa calon doktor. Tahun dimana aku akan menyusun disertasi.

Aku sangat tertarik dengan sebuah kisah budaya primitif. Sebuah pulau yang sangat terluar, menjadi keinginanku untuk ke sana. Sebab, aku yakin kebudayaan di sana masihlah sangat primitif. Pulau itu sudah menjadi misteri, sebab dari aku kecil hanya cerita angker yang aku dengar tentang pulau itu.

Berulang kali aku mengajukan tema disertasi selalu di tolak. Judulku bisa diterima namun lokasi penelitian tidak bisa di Pulau Diam. Pulau Diam adalah sebuah pulau yang sangat ditakuti oleh orang-orang. Pulau itu terkenal angker, sebab masih di huni suku kanibal yang sangat tertutup dengan dunia luar.

Pulau Diam hanya ibarat dongeng. Cerita dari mulut ke mulut, di mana inti ceritanya pulau itu keramat. Siapapun ke sana pasti akan mati. Hanya itu saja berulang kali saya dengar, jika ada bercerita tentang Pulau Diam.

Ketika duduk di bangku SMA, teman-temanku juga sering bercerita tentang pulau itu. Kepala akan di penggal jika ke sana. Seluruh organ tubuh akan di masak untuk jadi santapan. Mata akan di congkel dan di buang ke laut. Beberapa opini temanku terdahulu tentang Pulau Diam.

Jika di tanya, mereka juga mengetahui cerita itu dari orang tuanya. Namun orang tua mereka juga mengetahui cerita itu dari orang tuanya. Cerita itu seakan sambung menyambung, dari satu generasi ke generasi. Sampai sekarang aku belum pernah mendengar cerita langsung, orang yang pernah ke Pulau itu.

Jika aku bertanya pada orang tuaku. Jawabannya hampir sama dengan orang tua temanku. Setiap orang ke Pulau Diam, pasti mati karena di kubur hidup-hidup. Hanya itu saja berulang opini orang tuaku tentang Pulau Diam.

Jika ke Pulau Diam, harus mempunyai ilmu kanuragan. Sebab Pulau Diam, di jaga oleh mahluk-mahluk halus. Beragam mahluk halus sudah sejak dahulu tinggal di pulau itu. Ini adalah opini dari tentanggaku yang sudah tua. Dia seorang suku Jawa yang masih memegang teguh budaya lokal.

"Kamu jangan keras kepala, kami tidak ingin kau mati muda Kopi" kata Pak Rudi. Entah sudah berapa kali itu menjadi alasan Pak Rudi sebagai kepala departemen menolak tema disertasi ku. Pak Rudi juga sudah bosan melihatku. Sebab aku selalu berusaha meluluhkan hatinya.

Berulang kali, aku bersikeras membujuk pak Rudi untuk menyetujui lokasi penelitianku. Namun hal itu sia-sia, tidak pernah disetujui dengan pertimbangan keselamatan.

Aku sudah membuat surat pernyataan. Bahwasanya masalah keselamatan ketika penelitian di Pulau Diam, menjadi tanggung jawab pribadi. Hal itu tetap saja tidak bisa mendapatkan tanda tangan dan persetujuan Pak Rudi. Hampir setiap malam aku gelisah memikirkan solusi mematahkan hati kepala departemen. Sudah banyak cara aku lakukan, hasilnya sama saja.

Orang tua ku sudah mendesak, agar tahun ini aku bisa wisuda dan menikah. Sebab umur ku sudah 37 tahun. Mereka sudah bosan melihat ku kuliah selalu, sejak aku tamat SMA. Aku juga menrahasiakan niat pergi ke pulau Diam kepada orang tuaku. Jika mereka tau, sudah aku pastikan mereka pasti sama dengan Pak Rudi.

Begitu banyak pertimbangan, akhirnya aku mengganti lokasi penelitian. Sesuai dengan anjuran kepala departemen, aku melakukan penelitian ke suku primitif di tempat lain. Begitu berat kaki ku melangkah dari ruangan kepala departemen. Disertasi ku telah disetujui, namun bukan di lokasi yang aku inginkan. Brengsek, kataku dalam hati.

Lihat selengkapnya