Halaman rumah, menjadi tempat bagiku mencari inspirasi. Pohon rindang menyejukkan suasana, beserta dengan seduhan kopi. Cukup bagiku menyempurnakan kesendirianku dalam berimajinasi.
Jika punya tekad jangan ragu meraihnya. Perkataan Pak Goyo tersebut membuatku menjadi bimbang. Beberapa malam aku memikirkannya sebelum tidur.
Jika mentelaah kalimat itu, lalu menyinkronkan keinginanku ke Pulau Diam. Akan di tarik kesimpulan, aku harus pergi ke Pulau Diam. Meski dengan segala resiko. Jika sudah bertekad jangan pernah ragu dan takut terhadap risiko.
Aku menghela nafas. Apapun yang terjadi aku harus ke Pulau Diam. Itulah adalah tekadku. Dengan penuh pertimbangan dan segala risiko aku siap lahir dan batin.
Beberapa hari aku menyiapkan segala kebutuhan. Terutama mental, aku berdoa setiap malam agar Tuhan menyertaiku. Berat hati, aku harus berbohong kepada orang tuaku dan Pak Rudi. Penelitian dengan disertasi rekomendasi Pak Rudi, menjadi alasanku. Mereka tidak akan curiga, langkahku sebenarnya akan ke Pulau Diam.
Pertama, saya menginap terlebih dahulu dekat dermaga permukiman masyarakat. Jika pergi ke Pulau Diam dengan kapal besi, itu adalah langkah yang salah. Kapal besi adalah kapal resmi, tidak mungkin ada tujuan ke Pulau Diam. Kapal kayu masyarakat, adalah armada yang tepat. Namun, siapa yang hendak mengantarku ke pulau itu masih menjadi pertanyaan.
Penuh kesabaran, satu persatu masyarakat yang aku jumpai semua menolak. Seorang perempuan tua bertanya padaku hendak kemana. Aku sedang duduk di pinggir jalan, langsung berdiri. "Aku sedang mencari tumpangan ke Pulau Diam" kataku.
Mengapa kau pingin mati muda nak. Perkataan perempuan tua itu membuat aku terkejut. Ia berasumsi, ke Pulau Diam sama saja bunuh diri. Aku bingung untuk membalas perkataannya. Melihatku diam, ia pergi begitu saja.
Hei bang! Seorang anak kecil menghampiriku. Ia mengajak ke sebuah tempat yang tidak aku ketahui. Awalnya aku menolak. Setelah ia mengatakan ada seorang bersedia mengantarkanku ke Pulau Diam. Tanpa keraguan, aku langsung menerima ajakan anak tersebut.
Kami berjalan dari pinggiran pantai, menelusuri jalan setapak. Sebuah rumah dari kayu tampak begitu estetik. Seorang lelaki kekar sedang memahat sebuah patung kayu.
Ada urusan apa kau ke Pulau Diam? Kata lelaki itu. Masih membelakangi kami, dan tanpa memperkenalkan diri. Ia langsung bertanya tanpa bertele-tele. Apakah mungkin aku menjawab ingin melakukan penelitian, kataku dalam hati. Tak mungkin aku diam saja. "Aku ingin meneliti Pulau Diam" kataku terus terang.