KORONA

Raja Muda Hasibuan
Chapter #13

INSIDEN LAIN

Mataku terbuka dan melihat ruangan yang didominasi oleh warna putih. Ruangannya cukup luas. Ada pengatur hawa ruangan yang diset dengan temperatur kamar. Televisi yang menyala dengan volume rendah tergantung hampir mencapai langit-langit. Juga sebuah meja kecil bundar yang di atasnya terdapat sesuatu bungkusan yang tak kutahu isinya apa.

Suara seseorang terdengar memanggil namaku dari arah sebelah kanan. Aku menoleh. Kutemukan ibuku memasang wajah panik sambil menggenggam telapak tangan kananku dengan kedua belah telapak tangannya. Dari keadaan ruangan ini dan aroma tak asing yang mengganggu penciumanku, sepertinya aku sudah sadar sedang berada di mana.

“Kenapa aku bisa di sini, Bu?”

“Kau pingsan saat keluar bersama Dawn semalam,” jawabnya lekas.

Semalam? Itu artinya aku sudah menginap di sini? Di lihat dari sudut mana pun, ruangan ini semestinya adalah ruangan dengan label VIP. Di bagian punggung telapak tangan kiriku sudah disusupi oleh selang putih berdiameter kecil yang terhubung dengan sebuah kantung plastik yang digantung pada sebuah tiang besi tipis. Aku rasa ini terlalu berlebihan. Bila aku hanya pingsan semalaman, seharusnya tidak perlu perawatan semewah ini. Tiba-tiba aku teringat sesuatu.

“Hitameong! Bungkusan Hitameong yang kubeli kemarin di mana?”

Ibu menenangkanku, kemudian bergerak ke arah lemari kecil. Dia mengambil bungkusan plastik dari dalamnya. Kuberikan isyarat pada ibu untuk menyerahkan bungkusan itu padaku. Segera setelah ada di genggamanku, cepat-cepat kubuka dalamnya. Senyumku melukis lega saat kuketahui barang yang kucari ada di dalamnya.

“Arfi! Bagaimana dengannya?”

“Tenanglah dulu. Akan Ibu ceritakan. Tapi bagaimana keadaanmu sekarang? Apa yang kau rasakan, Hami?”

Aku diam membingung dengan pertanyaan Ibu yang terlihat terlalu mengkhawatirkanku. Tetapi kujawab dengan tenang, dengan jawaban yang juga bisa membuat ibu merasa tenang. Perihal Arfi, ibu menyampaikan bahwa ia ditangkap oleh polisi karena berkomplot dengan kawanan perampok bank. Saat kucocokkan dengan ingatanku sebelum aku pingsan, aku melihatnya dengan tangan terborgol di hadapan seorang polisi yang mengikutinya dari belakang.

Kujatuhkan dahiku pada kedua telapak tanganku sambil menyesali yang terjadi. Kenapa Arfi juga ikutan nekat melakukan perbuatan itu? Kalau diingat, life point miliknya tidak dekat dari kekhawatiran. Masih banyak. Lalu motifnya yang mengeruk life point dengan cara seperti Yuva itu menyuntikkan rasa pusing ke dalam kepalaku. Apa pergerakan Yuva yang kuceritakan tempo hari membuat hatinya ikut tergerak pula? Apa dia memang sebegitu serakahnya?

Senin, 30 April 2046. Aku berada di rumah sakit dengan kondisi yang belum kuketahui. Kata ibu, biar aku mendengar langsung dari dokter saja. Kata ibu juga yang mengantarku langsung ke sini adalah Dawn dan Krista. Sementara biaya perawatan di ruangan VIP ini ditanggung sepenuhnya oleh Krista.

“Eldan, kau sudah baikan?” suara merdu seorang Krista tiba-tiba melesat ke telingaku. Kulihat ia baru saja muncul dari balik pintu ruangan ini. Disusul oleh Dawn. Melihat pemandangan ini, entah kenapa aku seperti melihat Yuva dan Arfi.

Aku mengangguk menjawab pertanyaan Krista. Anggukan ini hanyalah mewakili ketidaktahuanku tentang yang sedang terjadi padaku. Aku tidak merasa demam. Hanya terasa sedikit lemah dan pusing memikirkan kondisi Arfi. Selain dari itu, aku merasa baik-baik saja.

“Orang bodoh seharusnya tidak boleh pingsan begitu saja. Itu di luar logika,” goda Dawn. Aku langsung meraih tangannya namun ia berhasil menghindar.

Mereka membawakan sebuah bungkusan. Agaknya buah-buahan. Ada label merk ternama yang tertera pada kantong plastik itu. Sudah pasti harganya pun mahal. Dan sudah pasti pula ini pemberian dari Krista. Bungkusan itu tak segera kubuka. Yang kubuka adalah kata-kata untuk menyambut kedatangan kedua sahabatku ini. Untuk mencairkan suasana. Agar tidak ada lagi yang khawatir. Di tengah-tengah pembicaraan ingatan mengenai Arfi datang lagi. Aku bungkam. Hening untuk beberapa detik.

“Kita harus bicarakan ini dengan Kak Alma dan Bang Auron,” usulku pada ibu.

Ruangan yang tadinya masih diiringi tawa berubah menjadi hening. Namun ibu tak segera mengiyakan. Bibirnya terus saja membanjiriku dengan nasehat-nasehat agar aku tidak terburu-buru dan lebih fokus dengan kesehatanku. Tetapi aku tak ingin menunggu. Dan dengan keadaanku yang sekarang kurasa aku baik-baik saja. Ibu juga belum bisa menjelaskan padaku karena dokter belum memberikan hasil diagnosanya.

Aku tak ingin menunggu lebih lama. Kudesak ibu untuk memanggil perawat agar mereka melepas selang infus ini dari tanganku. Tanganku tak memerlukannya. Ibu menekan tombol pemanggil perawat yang tersedia di ruangan. Tetapi dia tak mengizinkanku keluar dulu. Katanya, aku harus menunggu dokter yang lambat itu bicara langsung padaku. Aku sudah tidak sabar. Dawn dan Krista berusaha mengajakku berbicara lagi. Namun pikiranku berlarian tak tentu arah. Aku masih saja memikirkan Arfi dan ingin segera membahasnya pada kedua orang yang selalu kujadikan tumpuan.

Seorang perawat masuk, lalu keluar setelah sedikit berbincang dengan ibuku. Tak lama kemudian seorang pria berkumis dan berjanggut tidak rapi masuk ke ruanganku dengan seragam putihnya. Mungkin dia sangat sibuk sampai ia tak sempat merapikan dirinya sendiri. Ia kembali mengecek kondisiku dengan menyentuhkan jemarinya di beberapa bagian tubuhku.

“Apa kau ingin aku bicara sendiri denganmu atau kau membiarkan mereka mendengar apa yang terjadi padamu?” tanyanya langsung.

Aku mengizinkannya langsung bicara. Yang penting secepatnya saja. Begitu pikirku. Kemudian sang dokter mulai memberi penjelasan. Katanya, virus HIV yang berada di tubuhku perlahan-lahan beradaptasi dengan gelombang DIER. Hal ini menyebabkan adanya mutasi pada virus, hingga virus yang seharusnya lumpuh itu kini sebagian bisa bergerak lagi. Sistem kekebalan tubuhku kembali terancam. Akibatnya, parasit lain mudah menyerang dan kini aku terserang penyakit meningitis kriptokokal. Penyakit yang lazim ditemui oleh para pengidap HIV. Bila tak ditangani secara cepat, aku bisa segera berpindah ke alam lain dalam waktu beberapa minggu saja.

Lihat selengkapnya