Gaduh merutuh langit.
Teriakan berkejar-kejaran
Saat pagi sedang menjelang.
Lemparan batu disambut tameng yang menyembunyikan senjata.
“Berantas korupsi... Kembalikan uang rakyat!”
Yang awalnya, lautan manusia bertutur diatas kesantunan
Sepenggalah mentari naik
Emosi membakar habis kesabaran
Brutal...
Sungguh aku tidak tahu jika jalan ini dipenuhi pendemo. Aparat keamanan pun banyak berjaga. Ah, tapi siapa tahu roti-rotiku akan terjual di sini. Bukankah disini ramai? Pastilah ada diantara mereka yang belum sarapan hingga mau membeli.
Aku memberanikan diri menuntun sepeda masuk ke kerumunan. “Roti... Roti... Roti isi coklat, strawbery, kacang. Roti...” teriakku penuh semangat menjajakan dagangan.
“Mbak roti coklatnya tiga,” panggil seorang perempuan dengan ikat kepala hijau bertuliskan ‘berantas korupsi’.
“Baiklah, tiga ribu,” kataku. Dia membayar dengan uang pas.
“Alhamdulillaaah, terimakasih. Ayo siapa lagi, rotiii” jeritku lagi dengan semangat yang tambah menyala.
Namun belum lagi daganganku laku banyak, seorang aparat keamanan mencegat.
“Berhenti! Apa yang kamu bawa di sepeda itu?” tanyanya sok galak.
Seragam polisi itu menciutkan hati, menakutkan. Dengan gugup aku turun dari sepeda.
“Roti, pak polisi,” jawabku singkat dengan suara bergetar takut. Takut kalau nanti ditangkap.
“Pak polisi mau beli?” tanyaku hati-hati.