Kos 24: Rumah Para Penari Malam

R. Rusandhy
Chapter #2

BAB 1: WELCOME TO THE SWAMP

SCENE 1: GANG 4 MANGGA BESAR - DEPAN GERBANG Selasa, 1 Oktober 2024, Pukul 22:15 WIB

Jakarta menyambut Nadya dengan pelukan yang salah. Bukan hangat, tapi lengket.

Nadya menyeret koper hardcase pink-nya melewati aspal Gang 4 yang hancur. Roda kopernya berisik, gluduk-gluduk, memantul di tembok-tembok rumah warga yang tinggi dan tertutup rapat. Supir Gocar-nya nolak masuk sampai depan kosan, alasannya: "Gang tikus, Mbak. Takut baret."

Padahal Nadya tau, supirnya cuma ngeri liat ujung gang yang gelapnya nggak masuk akal.

Di depannya sekarang berdiri bangunan tiga lantai itu. Kos 24. Cat tembok luarnya warna krem kusam yang udah ngelupas di sana-sini, nunjukin bata merah yang lembab berlumut. Pagar besinya tinggi, karatan, dengan cat hitam yang pudar.

Nadya berhenti sebentar, ngusap keringat di leher.

"Ini tempatnya?" gumamnya pelan.

Ada bau aneh yang kecium samar-samar. Bukan bau sampah atau got mampet khas Jakarta. Tapi bau amis. Kayak bau kolam ikan yang airnya nggak pernah diganti bertahun-tahun, dicampur bau tanah basah sehabis hujan.

Padahal Jakarta lagi kemarau panjang.

Nadya ngeluarin HP, ngecek chat dari Vina. Masuk aja, Nad. Bu Wati stand by di pos bawah tangga.

Dengan napas panjang, Nadya dorong pagar besi itu. Engselnya ngejerit nyaring, bikin bulu kuduknya merinding seketika.

SCENE 2: LANTAI 1 - POS PENJAGA Pukul 22:20 WIB

Lantai satu terasa dingin. Aneh. Di luar udaranya 32 derajat, tapi begitu kaki Nadya nginjek keramik putih kusam di lobi kosan, suhunya drop drastis.

"Mbak Nadya?"

Suara serak itu muncul dari bayangan di bawah tangga. Nadya hampir loncat kaget.

Bu Wati (34) duduk di kursi plastik bakso warna merah. Wajahnya berminyak, rambutnya dicepol asal-asalan pake karet gelang kuning. Matanya natap Nadya dari atas ke bawah, kayak lagi nge-scan barang dagangan, bukan nyambut penghuni baru.

"Eh, iya Bu. Saya Nadya. Temennya Vina," jawab Nadya, berusaha senyum sopan walau vibe ibu ini nggak enak banget.

Bu Wati nggak senyum balik. Dia cuma ngambil anak kunci yang tergantung di paku tembok. Gantungan kuncinya boneka Teddy Bear kumal yang matanya ilang satu.

"Kamar 202. Lantai dua," kata Bu Wati sambil nyerahin kunci. Tangannya dingin banget pas bersentuhan sama tangan Nadya. "Listrik token isi sendiri. Air gratis. Tamu cowok cuma boleh di teras bawah, batas jam 10 malem."

Nadya ngangguk-ngangguk. Aturan standar. Walau dia yakin, di kosan isinya LC gini, aturan itu cuma formalitas.

"Di sini... aman kan Bu?" tanya Nadya basa-basi.

Bu Wati diem sejenak. Matanya melirik ke arah pintu belakang yang gelap—akses ke dapur dan pekarangan.

"Aman. Asal nggak macem-macem," jawabnya datar. "Sama satu lagi, Neng."

Lihat selengkapnya