SCENE 1: DEPAN GERBANG KOS 24 Sabtu, 12 Oktober 2024, Pukul 11:15 WIB
Suara klakson Honda Brio itu kayak terompet perang. TIN! TIN! TIIIN!
Andrew Gunarto nggak sabaran. Dia keluar dari mobil dengan kemeja Ralph Lauren biru muda yang licin, kacamata hitam, dan paper bag bertuliskan apotek mahal di tangan kiri. Dia kelihatan kontras banget sama lingkungan Gang 4 yang kumuh.
Bu Wati muncul dari pos jaganya, mukanya asem. "Cari siapa, Mas?"
"Nadya. Kamar 202," jawab Andrew tegas, tanpa senyum. "Saya udah bilang dia."
"Aturannya tamu cowok cuma sampe teras," cegat Bu Wati, badannya ngeblok jalan tangga.
Andrew ngerutin dahi, ngeluarin dompet, nyabut selembar seratus ribuan merah. Dia nyelipin uang itu ke saku daster Bu Wati dengan gerakan merendahkan.
"Saya cuma nganter obat. Dia sakit. Minggir."
Bu Wati ngeliat duit itu, terus ngeliat Andrew dengan tatapan kosong yang nyeremin. Tapi akhirnya dia minggir. "Lima menit. Lebih dari itu saya teriak maling."
Andrew mendengus remeh, langsung naik tangga dua-dua sekaligus. Dia nggak tau kalau di belakangnya, Bu Wati ngeludah ke tanah. "Londo edan. Mangsa anyar."
SCENE 2: KORIDOR LANTAI 2 - KERIBUTAN Pukul 11:20 WIB
Nadya baru mau kunci pintu dari dalem pas Andrew nahan pintunya pake tangan.
"Nad! Kenapa nggak dibales WA saya?"
Nadya mundur kaget. Andrew masuk ke kamar 202 tanpa permisi, langsung nutup pintu di belakangnya. Ruangan 3x4 meter itu mendadak kerasa sempit banget.
"Ko... Ko Andrew ngapain masuk? Nanti dimarahin penjaga!"
"Saya udah bayar penjaganya," Andrew naruh paper bag di meja rias. Dia ngeliat sekeliling kamar Nadya dengan tatapan menilai. "Tempat apa ini, Nad? Lembab, bau apek, kotor. Kamu nggak pantes tinggal di kandang tikus gini."
"Ko, tolong keluar. Saya lagi nggak enak badan," Nadya nyoba tegas, walau kakinya gemetar.
Andrew nyentuh dahi Nadya. Tangannya dingin. "Tuh kan, kamu demam. Makanya, pindah ke apartemen saya aja. Di Cengkareng ada unit kosong. Kamu tinggal bawa badan."
"Nggak bisa, Ko. Saya nggak mau utang budi."
"Bukan utang budi!" suara Andrew meninggi. Emosinya mulai nggak stabil. "Saya peduli sama kamu! Kenapa sih kamu susah banget dibilangin? Saya cuma mau jagain kamu!"
Suara ribut itu mancing perhatian. Pintu kamar 201 kebuka. Dewi nongol dengan muka bantal. Dari bawah, Santi (101) naik tangga, penasaran sama suara cowok ganteng.
"Wuidih, ada drama korea nih siang bolong," celetuk Santi, nyandar di kusen pintu kamar Nadya yang nggak dikunci rapet. "Hebat lo, Nad. Tamu dibawa ke kamar. Service extra ya?"
Muka Nadya merah padam. "Kak Santi, jaga mulut ya!"
Andrew berbalik, natap Santi tajem. "Siapa kamu? Jangan ikut campur urusan saya sama Nadya."
Santi ketawa sinis. "Urusan? Lo siapanya? Pacar? Atau Sugar Daddy yang nggak diakuin?"
Harga diri Andrew tergores. Dia cowok sukses, manager, biasa dihormati. Dihina sama cewek escort di kosan kumuh bikin dia meledak.
"DIAM!" bentak Andrew.
Tapi teriakannya kegedean. Menggema di lorong.
Dan saat itulah, Kos 24 bereaksi.
CTEK.
Tekanan udara drop drastis. Jendela kamar Nadya bergetar hebat. GRRRR... Lampu kamar Nadya kedap-kedip gila-gilaan, terus PET, mati total.
SCENE 3: THE CHOKE (TERCEKIK UDARA) Pukul 11:25 WIB