Okta membuka pintu lemari makan dengan perlahan, menatap barisan toples yang tersusun rapi di dalamnya. Di salah satu toples itu, tersimpan bumbu pecel buatan ibunya, yang menjadi andalannya untuk beberapa bulan ke depan. Ia tersenyum kecil, merasa lega karena bumbu ini akan cukup untuk banyak masakan di hari-hari mendatang.
Di luar, terdengar suara gemerincing dari sepeda yang baru saja dimasukkan ke garasi. Iyan, adik laki-lakinya, baru pulang dari sekolah. Wajahnya tampak letih, namun dia tetap tersenyum saat melihat kakaknya. Setiap hari, Iyan harus mengayuh sepedanya sejauh 10 kilometer untuk pergi dan pulang sekolah. Jarak yang cukup jauh, tapi dia selalu melakukannya tanpa mengeluh.
“Iyan, capek nggak?” tanya Okta sambil melirik adiknya yang sibuk menata sepedanya di garasi.
“Lumayan, Mbak. Tapi aku udah terbiasa,” jawab Iyan dengan nada santai, meskipun keringat masih mengalir di wajahnya.
Iyan bersekolah di SMA 1 Ngadiluwih, sekolah kecamatan yang jaraknya tidak dekat. Tapi bagi Okta, tantangan sebenarnya bagi adiknya bukanlah jarak, melainkan proses belajarnya. Iyan punya kesulitan dalam mencerna pelajaran. Dulu, saat di SD di Kabupaten Gresik, dia pernah tidak naik kelas. Kemudian, saat masuk SMP dan kembali ke Gresik sesuai keinginan ayah mereka, Iyan kembali mengalami kesulitan dan tidak naik kelas. Karena itu, mereka memutuskan memindahkan Iyan ke Kediri agar dia bisa lebih fokus.
“Jangan lupa belajar, ya. Ujian sebentar lagi,” pesan Okta sambil mengusap kepala Iyan dengan lembut.
Selain merawat kakek dan nenek, membantu Iyan adalah salah satu alasan utama Okta kembali ke desa Ngletih. Sejak SD, Okta selalu menjadi guru pribadi adiknya, membantu mempersiapkan Iyan menghadapi ujian-ujian penting, termasuk Ujian Nasional tingkat SMP. Berkat kerja keras mereka berdua, Iyan berhasil lulus SMP dengan nilai yang cukup baik.
Setelah memastikan Iyan nyaman, Okta beranjak ke dapur untuk mulai memasak makan siang. Hari ini, ia berencana membuat lodeh kacang hitam, atau yang di Kediri disebut "lodeh kacang ose." Masakan ini menjadi favorit kakek dan nenek, dan Okta telah belajar membuatnya dengan mengamati ibunya, Bu Kristina, yang selalu mahir memasak masakan tradisional.
Di dapur, Okta menyiapkan bahan-bahan yang dibelinya tadi pagi dari tukang sayur keliling. Ada kacang hitam, terong, kacang panjang, cabai merah, dan tentu saja, tahu serta tempe sebagai protein utama. Ikan tongkol segar juga dia beli, meski itu lebih untuk menambah cita rasa gurih pada lodeh.
Saat air mulai mendidih dalam panci besar, Okta memasukkan bumbu-bumbu dasar. Bawang merah dan bawang putih yang diiris halus, ebi yang ditumbuk kasar, semuanya dimasukkan ke dalam air rebusan hingga aroma wangi memenuhi dapur kecilnya.