“Byuuurrrr...!” Suara air yang keras membelah keheningan pagi saat tubuh Okta tercebur ke dalam sumber air. Air dingin merasuk seketika ke kulitnya. Meskipun tidak terlalu dalam, kejadian itu begitu mendadak, membuat napasnya tercekat sejenak sebelum akhirnya ia berusaha berenang ke permukaan.
Di tepian sungai, terdengar suara tawa yang familiar. Okta menoleh cepat saat wajahnya muncul dari dalam air, sembari mengusap matanya yang basah. Dan benar saja, Adi, sepupunya yang terkenal usil, sedang tertawa terbahak-bahak di pinggir sungai.
"Adi!" seru Okta kesal, air menetes deras dari rambut dan pakaiannya. Ia berusaha berenang ke tepi dengan cepat, menatap tajam sepupunya yang terus tertawa geli tanpa sedikit pun rasa bersalah.
Namun, sebelum Okta mencapai pinggir sungai, seseorang meluncur ke air dengan cepat, tubuhnya membelah permukaan air dengan gemulai. Orang itu berenang mendekat ke Okta dengan gerakan yang luwes. "Kamu tidak apa-apa?" tanya lelaki itu dengan nada khawatir.
Okta mengangguk, meski merasa sedikit malu. Dia segera berenang ke tepi dan naik ke atas, air menetes dari ujung rambutnya hingga ke pakaian yang basah kuyup. Dia mengabaikan rasa dingin yang menusuk dan langsung menatap Adi dengan tatapan geram. Tanpa pikir panjang, dia menghampiri Adi yang masih saja tertawa, dengan cepat menendang kakinya.
"Adi, awas ya! Jangan dorong-dorong begitu, bahaya!" kata Okta dengan nada setengah kesal, setengah bercanda.
Adi tak berhenti tertawa, malah makin terpingkal-pingkal melihat ekspresi kesal Okta. “Ya ampun, Ta! Mukamu barusan lucu banget, kayak anak kecil yang baru diajarin renang!”
Okta mendengus, tangannya terangkat ingin memukul lengan sepupunya yang usil itu tapi dia menahan diri. Matanya melirik lelaki yang tadi menceburkan diri untuk menolongnya. "Eh, maaf ya... Aku nggak apa-apa kok, nggak perlu kamu sampai nyebur juga," ucap Okta dengan senyum malu-malu.
Lelaki itu menyeka wajahnya dari air sambil tersenyum ramah. "Nggak apa-apa. Aku kira kamu tenggelam. Nama aku Yatno, kebetulan tadi lihat kejadian ini dari jauh dan aku kira kamu butuh bantuan,” katanya sambil mengenalkan diri.
Okta mengangguk sambil menatap Yatno yang masih basah kuyup karena loncat menyelamatkannya. “Maaf jadi merepotkan. Aku Okta. Terima kasih sudah coba nolongin aku tadi,” katanya sopan. "Padahal, kalau Adi nggak iseng, aku tadi cuma mau nyemplung pelan-pelan."
Yatno tertawa kecil sambil menggeleng, “Nggak masalah. Oh, kamu pasti kedinginan. Kalau butuh baju ganti, temanku ada yang bawa baju cadangan.”
Okta tersenyum, menolak dengan halus. “Aku bawa baju ganti dari rumah kok. Tadi memang niat mandi di sini, cuma nggak nyangka bakal nyebur begitu.” jawabnya, sambil melirik Adi yang masih tersenyum lebar di pinggir sungai.
Sembari mengeringkan rambut dengan tangannya, Okta kembali menatap Yatno. “Ngomong-ngomong, aku lihat kalian tadi kayaknya lagi ngambil sampel air ya? Itu untuk penelitian apa?”
Yatno tampak antusias menjelaskan, "Iya, benar. Kami dari kampus lagi penelitian kualitas air sumber Ngadiloyo. Airnya sangat jernih, tapi kami mau lihat apakah masih aman untuk dikonsumsi langsung, apalagi karena banyaknya aktivitas di sekitar sini. Makanya kami ambil sampel untuk dianalisis di laboratorium."
Okta mengangguk, tertarik dengan penjelasannya. Dia selalu penasaran dengan hal-hal yang berbau ilmiah, apalagi tentang air sumber yang sering ia kunjungi ini. “Wah, menarik juga ya! Aku sering ke sini, tapi nggak pernah kepikiran soal kualitas airnya.” katanya sambil melirik ke arah kolam yang berkilauan diterpa cahaya matahari pagi.
Adi yang sudah berhenti tertawa kini mendekat dan menepuk pundak Yatno. “Eh, terima kasih ya udah nyelam buat Okta. Aku memang sering jahil ke dia sejak kecil, tapi nggak nyangka kali ini bikin dia masuk air beneran, haha!”
Yatno hanya tersenyum kecil sambil melihat ke arah Okta. “Senang bisa kenal. Kalau kapan-kapan mau ngobrol soal penelitian air atau hal lain, kita bisa ketemu lagi di sini. Aku sama teman-teman masih ada beberapa hari lagi di sini.”
"Terima kasih sekali lagi, Yatno." ucap Okta sebelum melirik ke arah matahari yang mulai meninggi. "Aku harus ganti baju dulu. Mungkin nanti kita ngobrol lebih lama soal penelitiannya."