Kosmis dalam Kelut

adek Dwi oktaviantina
Chapter #11

Kebahagiaan di Akhir Waktu

Masa tua sering kali dipenuhi dengan keheningan, namun di balik sunyi itu, ada kehangatan yang hanya bisa dirasakan oleh mereka yang telah melewati perjalanan panjang kehidupan. Di usia yang mulai menua, segalanya terasa lebih sederhana, tak banyak yang diminta—hanya kebersamaan, canda ringan, dan kehadiran orang terkasih.

Hari itu, udara sore terasa sejuk dengan angin lembut yang berhembus, menggerakkan dedaunan di kebun belakang rumah. Di teras, kakek Hadi dengan penuh perhatian mempersiapkan nenek Marotib untuk momen yang telah lama dinantikan. Nenek duduk di tepi kursi, sedikit lelah, namun tampak bersemangat. Dengan tangannya yang mulai renta, kakek dengan hati-hati membantu nenek mengenakan baju kesayangannya, sebuah blus hijau lembut yang menonjolkan kehangatan senyumnya.

Setelah memastikan baju nenek sudah rapi, kakek mengambil bedak tabur dari meja kecil di sampingnya. Dengan sentuhan lembut, kakek mulai menaburkan bedak di wajah nenek, menepuk-nepuknya dengan penuh kasih sayang. "Biar terlihat cantik," gumamnya sambil tersenyum, sementara nenek hanya tertawa kecil. Di pipinya yang keriput, bedak itu memberi sedikit kecerahan, seolah-olah menghadirkan kembali kilau masa mudanya.

Di depan teras, kursi roda baru berkilauan di bawah sinar matahari sore. Ibu, yang sudah lama menabung dari keuntungan toko, tampak lega melihat alat itu akhirnya sampai di rumah. Kakek Hadi menyiapkan segala sesuatunya dengan penuh antusiasme, bahkan membangun jalan menurun dari teras menuju halaman agar kursi roda dapat meluncur dengan lancar.

Saat semuanya siap, kakek dengan hati-hati menempatkan nenek di kursi roda. Nenek tersenyum lebar saat kakek mulai mendorongnya perlahan, dan mereka mulai mengitari teras. Angin sore yang sejuk berhembus, membelai rambut nenek yang sudah memutih. Meski kesehatannya memburuk beberapa hari terakhir, sore itu nenek terlihat lebih hidup. Kakek, yang juga tak lagi muda, tetap penuh semangat, sesekali bercanda dan membuat nenek tertawa saat bercengkrama.

Kakek Hadi duduk di teras, memperhatikan kursi roda nenek Marotib yang diletakkan tak jauh darinya. Hari itu bukan hari biasa. Sudah sejak lama nenek meminta untuk keluar rumah, ingin merasakan udara segar di luar, melihat kampung dan langit senja seperti yang biasa dinikmati kakek setiap sore.

Lihat selengkapnya