Hari itu, Okta, ibu Kristina, dan adiknya Iyan berjalan menyusuri gang demi gang, mencari rumah kontrakan yang sesuai dengan kebutuhan dan kantong mereka. Di salah satu sudut kota, mereka menemukan rumah kecil yang tampaknya kosong, namun keadaan rumah itu jauh dari kata layak.
“Bu, mungkin rumah ini bisa jadi pilihan. Walau kecil, setidaknya kita bisa tinggal di sini sementara waktu,” kata Okta sambil memandangi tembok yang catnya sudah mulai mengelupas.
Ibu Kristina menghela napas panjang, tampak lelah namun berusaha kuat. "Ya, Nak… Tapi lihat sendiri, atapnya sudah mulai bocor, jendelanya pun rusak begini. Aku tidak mau kalian tinggal di tempat yang tidak aman."
Iyan yang dari tadi hanya mendengar, akhirnya ikut bicara, "Sudahlah, Bu. Iyan kan bisa bantu kalau ada perbaikan kecil. Lagipula, dari sini sekolah Iyan nggak terlalu jauh. Iyan bisa naik sepeda saja setiap hari. Yang penting kita punya tempat tinggal.”