Hari pertama pindahan terasa melelahkan bagi Okta. Sejak fajar menyingsing, suara truk besar yang bersiaga di depan rumah kakeknya memecah keheningan pagi. Begitu truk itu tiba, aroma kayu dan debu menyambutnya, menandakan bahwa hari yang panjang akan segera dimulai. Okta melihat deretan barang-barang beragam yang siap diangkut: dari perabotan berat seperti lemari dan meja makan hingga kotak-kotak penuh berisi kenangan masa kecilnya.
Dengan semangat yang mulai pudar, ia mengangkat satu per satu barang tersebut, merasakan beratnya bukan hanya dari fisik, tetapi juga dari kenangan yang melekat. Ia mencengkeram pegangan lemari tua, berusaha mengingat saat-saat bersama kakek dan neneknya saat berkumpul di ruang tamu, menceritakan kisah-kisah lama. Dengan setiap langkah, Okta berusaha menyulap rumah kosong yang ditinggalkan begitu lama menjadi tempat yang layak dihuni.
Setibanya di rumah baru, suasana yang sepi dan kosong menanti. Dinding-dindingnya berwarna pudar, dan lantai kayunya berderit seolah menyambut kembali kehadiran seseorang. Menata barang-barang di dalam rumah adalah tugas yang menantang. Ia mulai dengan mengeluarkan kotak-kotak yang berisi perabotan. Di antara deretan barang itu, Okta menemukan sepatu roda yang sudah lama tak terpakai. Tersenyum sejenak, ia teringat betapa sering ia menggunakannya di halaman belakang rumah kakeknya.
Proses menata setiap ruang bukanlah hal yang bisa dilakukan dalam semalam. Ia memindahkan sofa tua ke ruang tamu, menciptakan sudut yang nyaman untuk bersantai, sementara meja makan diletakkan di tengah dapur, mengingatkan pada banyak pertemuan yang akan datang. Dengan hati-hati, ia menata piring-piring keramik di rak, memastikan semuanya rapi dan terlihat estetik.
Di luar, udara hangat menyelimuti, sementara Okta mengangkat kotak-kotak ke dalam gudang, merasa seperti petualang yang menjelajahi harta karun yang terkubur. Barang-barang lama itu, meskipun berdebu dan sedikit usang, menyimpan cerita-cerita yang layak untuk dihidupkan kembali. Proses ini, meskipun melelahkan, terasa seperti perjalanan menuju penemuan diri.
Setelah berjam-jam bekerja, peluh mengalir di dahi Okta, namun rasa puas mulai muncul. Ia menatap rumah yang perlahan-lahan berubah menjadi tempat yang hangat dan akrab. Mungkin butuh waktu, tenaga, dan kesabaran, tetapi di balik setiap jerih payahnya, ia tahu bahwa rumah ini akan menjadi tempat baru bagi kenangan-kenangan baru yang akan dibangun bersama keluarganya. Saat matahari mulai terbenam, memancarkan sinar jingga yang lembut, Okta merasakan bahwa perjalanan ini baru saja dimulai, dan meskipun lelah, ada harapan yang bersinar di dalam hati.