KOSMUS

ushiomoonie
Chapter #3

Mau Tak Mau

Apa aku sudah gila?

~

Tanpa Loka sadari, suara gemerisik mirip kaset rusak itu meredam dengan sendirinya setelah sepuluh menit lamanya.

12.00 pm : ulas matematika

Justru vibrasi alarm ponselnya-lah yang membantu gadis itu segera membuka kelopak matanya perlahan seiring kedua ujung jari telunjuknya menjauhkan diri dari ceruk kupingnya. 

Manik cokelat tua-nya bergerak was-was secara perlahan ke arah kiri dan kanan. Bagian punggungnya mendadak terasa dingin. Memang benar jika kesehatannya belum membaik, tapi dingin yang ia rasakan kali ini berbeda. 

Deru angin yang lembut di tengah-tengah kesenyapan ini sungguh membuatnya merasa tak nyaman. Terlebih lagi ia juga tak mendapati keberadaan ibu perawat lagi di sekitarnya. Lampu yang padam–membuat ruang kesehatan ini terlihat dominan abu-abu di matanya sebab tak banyak sorot cahaya yang masuk, dan suasana mendung di luar sana seolah-olah badai hujan akan datang dalam tempo yang tak menentu.

Pada situasi seperti ini, gadis itu diliputi kebingungan. Haruskah ia pergi ke luar ruangan menghampiri teman-temannya di kelas atas? Atau apakah lebih baik jika ia tetap saja berdiam disini menunggu ibu perawat yang mungkin memang sempat pergi untuk memeriksa ke ruangan lain?

Apa yang harus kulakukan?

Di tengah-tengah perdebatan antar suara dalam pikirannya, dering telepon mencuri atensinya. Tanpa pikir panjang ia langsung meraih ponsel di sampingnya, dan memeriksa nama sang penelepon. 

Namun, disana bukanlah tercantum sebuah nama, melainkan deretan nomor asing yang berarti Loka tak mengenalinya sama sekali. 

Perasaan curiga seketika menyelimuti dirinya. Maniknya terus saja terpaku, menatap layar ponselnya penuh perhitungan kecemasan. Apalagi marak penipuan jenis phising, barangkali keberadaan orang cerdas memang bertebaran–hanya moralitasnya saja yang menguap, karena itulah Loka tak ingin mengangkatnya. 

Ia masih saja membiarkan telepon itu berdering cukup lama sampai pada akhirnya berhenti, tetapi orang di seberang sana dengan keras kepalanya menelepon dirinya sekali lagi.

Panggilan telepon sudah tiga kali berakhir, dan kini ke-empat kalinya dering telepon itu kembali berbunyi. Rasa penasaran, kesal, was-was bercampur aduk. Tak karuan rasanya kala itu, posisinya yang saat ini sedang sendirian dan diteror oleh panggilan asing–pastilah situasi menyeramkan.

“Kau termasuk anak yang keras kepala, yah?” Pada akhirnya Loka menerima panggilan itu, dan ia menangkap suara seorang gadis–kemungkinan seumuran dengan dirinya–yang sangat asing. Dirinya memang mudah melupakan nama seseorang, tapi berbeda ceritanya jika harus mengenali seseorang melalui perawakan dan suaranya. Loka jago dalam hal itu. “Telepon ini memang benar tersambung atau tidak, sih? Halo? Kau disana?”

Lihat selengkapnya