Aku sering bertanya-tanya, bagaimana rasanya mati? Apa yang akan terjadi saat mata kita tertutup selamanya dan hidung kita tidak mengeluarkan napas lagi? Kata beberapa orang, mati adalah awal dari kehidupan yang baru. Seperti apa kehidupan baru setelah mati itu? Apa sama seperti saat kita dilahirkan ke dunia? Lalu, siapa keluargaku di kehidupan setelah mati itu, keluargaku yang sama di dunia apa keluarga baru? Apa jangan-jangan kita tidak punya keluarga di kehidupan setelah mati itu?
Ketika umurku tujuh tahun, nenekku meninggal. Seluruh keluargaku menangis. Ibuku berlinangan air mata, ayahku yang selalu mendampinginya pun tidak bisa menyembunyikan kesedihan. Aku duduk di ruang tamu, memperhatikan mereka semua. Aku bingung, kenapa mereka begitu berduka saat nenekku meninggal? Nenekku memang orang yang menyenangkan, aku sayang kepadanya. Namun, mengapa aku tidak merasakan apa-apa saat ia meninggal? Tidak ada secuil pun perasaan sedih menggelayuti hatiku.
Aku menemaninya ketika menit-menit terakhir dalam hidupnya, ia terbaring di atas tempat tidur kapuk berangka besi berwarna biru pucat. Kaki-kaki tempat tidur tua itu sudah rapuh, di beberapa bagian pun sudah berkarat. Cat yang melapisinya selama berpuluh-puluh tahun sudah mulai mengelupas. Tempat tidur itu sepertinya sama tuanya dengan usia nenekku.