Jam pulang sekolah sudah lewat 10 menit yang lalu, tetapi guru yang ada di depan sana masih dengan tenang menjelaskan materi, mengacuhkan kekesalan dan gerutuan dari murid-murid yang berada di kelas XII-IPA 1. Berbeda dengan seorang gadis yang berada di pojok kanan paling belakang, Meisy Magellan masih fokus ke depan mendengarkan setiap kata yang di keluarkan dari mulut guru yang berdiri di depan sana.
“Bagaimana anak-anak, apa kalian paham?”
“Paham Bu,” jawab mereka dengan serentak.
“Baiklah kalau begitu, kita akhiri saja. Assalamua’laikum.”
“Wa’alaikumussalam Bu,” jawab mereka dengan serentak lagi. Afna, guru Biologi yang mengajar tadi langsung keluar dari kelas setelah mendengar jawaban salam darinya.
Semua orang sudah keluar dari kelas, kecuali Meisy. Meisy masih duduk dengan tenang, memandang keluar jendela. Di luar ramai, tapi kenapa disini kosong? Meisy disini hanya sendiri, memilih untuk menetap di kelas sedikit lebih lama. Untuk apa pulang cepat, jika hanya bertemu dengan ibu tirinya yang menyebalkan itu.
KRING
Ponsel Meisy berdering, Meisy mengambil ponselnya yang berada di atas meja. Istri Baru Ayah, nama yang tertera di ponselnya.
Baru saja Meisy mengangkat panggilan dari sang ibu tiri dan menempelkan ponsel itu ke telinganya, dia kembali menjauhkan ponsel tersebut dari telinganya setelah mendengarkan bentakan dari ujung sana.
"Kenapa belum pulang ha?”
“Hei, kenapa diam saja? Cepat pulang!”
“Malas.”
“Pulang atau saya adukan kepada ayahmu?”
“Pulang.”
“Bagus.”
Panggilan terputus, dan sekarang Meisy harus segera pulang sebelum sang ibu tiri mengadu yang tidak-tidak kepada ayahnya. Meisy berangkat dan pulang sekolah tidak menggunakan kendaraan atau dengan angkutan umum, Meisy lebih memilih berjalan kaki. Jarak antara sekolah dengan rumah ayahnya tidak terlalu jauh, hanya membutuhkan waktu sekitar 20 menit sudah sampai. Tidak terlalu jauh bukan?
Seperti biasa, sesampainya Meisy di rumah dia di sambut dengan tatapan tajam oleh Aluna, ibu tirinya.