Kota Algoritma

Shabrina Farha Nisa
Chapter #3

Percakapan Rahasia

Keheningan di Sub-sektor 7-Psi PPD-7 terasa berbeda setelah Orion pergi. Lebih berat, lebih sarat makna. Lyra berdiri kaku di depan konsolnya selama beberapa saat, perintah tak logis dari pejabat Alpha itu masih bergema di telinganya. Karantina. Jangan laporkan. Anggap dalam penyelidikan internal oleh saya pribadi. Ini adalah pelanggaran protokol tingkat tertinggi. Melindungi data anomali, menyembunyikan artefak fisik subversif—ini adalah tindakan yang bisa membuatnya langsung dikirim ke Pusat Rekalibrasi Emosional, atau lebih buruk lagi.

Namun, anehnya, rasa takut yang seharusnya melumpuhkannya bercampur dengan sensasi lain yang asing: rasa penasaran yang menggelitik dan secercah ... validasi? Perasaan aneh yang ia rasakan saat mendengar tawa di arsip audio, kebingungan sekaligus ketertarikan samar pada konsep "koneksi emosional" dan "sensasi fisik" yang ia lihat sekilas dalam dekripsi awal file digital—Orion, seorang Alpha, tampaknya merasakan hal serupa saat membaca buku kulit usang itu. Ada sesuatu dalam teks-teks terlarang ini yang menarik mereka berdua, melintasi batas kasta dan logika.

Dengan tangan yang sedikit gemetar namun gerakan yang tetap efisien karena latihan bertahun-tahun, Lyra menjalankan perintah Orion. Ia memindahkan file-file data anomali ke dalam vault digital terenkripsi dengan tingkat keamanan kuantum tertinggi, melapisinya dengan beberapa protokol kamuflase acak, membuatnya tampak seperti arsip data iklim yang tidak signifikan. Ia menghapus semua log akses terkait penemuan buku fisik itu, menggantinya dengan catatan diagnostik standar tentang fluktuasi energi minor di rak server. Jejaknya bersih, setidaknya secara digital. Tapi pengetahuan itu kini tersimpan rapat di dalam kepalanya, dan buku fisiknya ada pada Orion. Sebuah rahasia berbahaya kini mengikat mereka berdua.

Kembali di apartemen mewahnya di Puncak Menara Sentral, Orion duduk terpaku di kursi aero-gel-nya yang ergonomis, menatap buku kulit usang di atas meja kerjanya. Kehadiran benda analog itu terasa begitu mengganggu di tengah lingkungannya yang ultra-modern dan digital. Ia seharusnya segera menghancurkannya, atau setidaknya melaporkannya ke Divisi Keamanan Internal. Itu adalah tindakan logis.

Tapi ia tidak bisa. Setiap kali ia mencoba memikirkan protokol, bayangan kata-kata di halaman buku itu kembali muncul di benaknya. Pertemuan dua ruh… tarian kerentanan… komunikasi adalah kunci… ibadah pemujaan… Konsep-konsep itu begitu absurd menurut standar Neo-Jakarta, tapi terasa menggema di kekosongan jiwanya. Algoritma bisa mencocokkan gen dan status sosial, tapi bisakah ia menciptakan "pertemuan ruh"? Sistem bisa menekan emosi negatif, tapi apakah itu juga mematikan potensi "kebahagiaan autentik" yang hanya bisa lahir dari koneksi mendalam?

Dan Teknisi Gamma itu, Lyra. Ada sesuatu dalam tatapan matanya yang tenang namun penuh perhitungan. Ia tidak tampak terintimidasi oleh status Alpha Orion. Ia menjalankan perintah ilegal Orion tanpa pertanyaan, tapi dengan pemahaman yang seolah melampaui kepatuhan standar. Apakah ia juga menyimpan pertanyaan yang sama? Apakah ia kunci untuk memahami teks-teks ini lebih jauh, terutama file digital yang belum sepenuhnya terdekripsi?

Orion tahu menghubungi Lyra secara langsung adalah risiko besar. Semua komunikasi di Neo-Jakarta termonitor, dianalisis oleh AKS. Kontak antarkasta di luar jalur resmi sangat dicurigai. Tapi ia harus melakukannya. Rasa ingin tahunya terlalu kuat untuk diabaikan.

Ia menghabiskan beberapa jam merancang metode komunikasi yang aman. Bukan melalui jaringan komunikasi standar Istana atau publik. Ia mengakses dark channel—jaringan terenkripsi bawah tanah yang biasanya digunakan oleh elemen-elemen pasar gelap atau kelompok subversif minor (yang biasanya cepat diberantas oleh AKS). Menggunakan identitas virtual sekali pakai dan protokol enkripsi berlapis yang ia pelajari dari pelatihan keamanan tingkat lanjutnya, Orion mengirimkan sebuah pesan singkat ke terminal data personal Lyra. Pesan itu hanya berisi serangkaian koordinat spasial-temporal dan sebuah simbol—simbol yang sama dengan yang terukir di sampul buku kulit usang itu. Tidak ada kata-kata, tidak ada nama. Hanya sebuah undangan tersirat yang berbahaya.

Di kapsul apartemennya di Distrik 7, notifikasi pesan anonim itu muncul di interface dinding Lyra tepat saat ia sedang menyelesaikan laporan efisiensi hariannya. Jantungnya berdegup kencang saat melihat simbol itu. Orion. Ia tahu itu pasti darinya. Koordinat itu menunjuk ke sebuah lokasi di Sektor Reruntuhan—area kota tua pra-Optimalisasi yang ditinggalkan, sebagian besar tidak termonitor oleh jaringan sensor kota karena dianggap tidak relevan secara strategis. Waktunya: siklus gelap berikutnya, tepat di tengah malam.

Ketakutan dingin menjalari Lyra. Ini gila. Bertemu dengan seorang pejabat Alpha secara rahasia di Sektor Reruntuhan? Ini bisa berarti akhir dari segalanya baginya. Tapi rasa penasaran itu, keinginan untuk memahami teks-teks aneh itu, dan ingatan akan pemahaman diam-diam di mata Orion, lebih kuat dari rasa takutnya. Ia menghapus pesan itu dari log terminalnya, memastikan tidak ada jejak digital. Ia akan datang.

Siklus gelap berikutnya terasa seperti keabadian bagi Lyra dan Orion. Lyra harus meretas sistem pod transportasi komunal untuk membuat deviasi rute minor tanpa terdeteksi, membawanya ke tepi Sektor Reruntuhan. Orion menggunakan akses Alpha-nya untuk keluar dari Menara Sentral tanpa menimbulkan kecurigaan, menggunakan pod pribadi dengan mode kamuflase optik.

Sektor Reruntuhan adalah dunia yang berbeda. Udara terasa berat, berdebu, berbau lembap dan pembusukan. Struktur bangunan tua yang setengah runtuh menjulang seperti kerangka raksasa di bawah cahaya bulan sabit yang sesekali menembus filter atmosferik yang menipis di area ini. Tidak ada cahaya neon steril, hanya bayangan panjang dan keheningan yang pecah sesekali oleh suara angin atau gemerisik hewan liar kecil yang entah bagaimana berhasil bertahan hidup di sini. Kontras yang begitu tajam dengan Neo-Jakarta yang bersih dan teratur.

Lyra tiba di koordinat yang dituju—sebuah plaza tua yang retak, dikelilingi sisa-sisa bangunan yang hangus—beberapa menit lebih awal. Ia berdiri di bayang-bayang pilar yang runtuh, jantungnya berdebar kencang, semua inderanya waspada. Beberapa saat kemudian, sosok tinggi Orion muncul dari kegelapan di seberang plaza, bergerak dengan keanggunan senyap seorang Alpha.

Mereka berdiri saling berhadapan di tengah reruntuhan itu, terpisah beberapa meter. Keheningan terasa canggung, tegang. Mereka berasal dari dunia yang berbeda, dipisahkan oleh kasta, aturan, dan logika sistem. Satu-satunya yang menghubungkan mereka adalah rahasia berbahaya yang mereka bagi.

"Kau datang," kata Orion akhirnya, memecah keheningan. Suaranya terdengar rendah, sedikit serak, berbeda dari nada resminya di PPD-7.

Lihat selengkapnya