Keheningan reruntuhan perpustakaan tua itu pecah oleh kemunculan tiba-tiba sosok-sosok bersenjata dari bayang-bayang. Lyra dan Orion, yang baru saja mulai merasakan secercah kelegaan setelah pertemuan mereka yang penuh perjuangan, seketika kembali tegang, naluri bertahan hidup mereka mengambil alih. Mereka berdiri bahu-membahu, puing-puing beton di sekitar mereka mendadak terasa seperti jebakan, bukan tempat berlindung.
Kelompok yang mengepung mereka bergerak dengan efisiensi senyap yang berbeda dari Tim Kepatuhan Emosi. Pakaian mereka terbuat dari tambal sulam kain kasar dan kulit sintetis daur ulang, kontras dengan seragam abu-abu steril sistem. Wajah mereka, yang sebagian tertutup, menunjukkan ekspresi keras dan waspada, mata mereka menatap tajam, menilai setiap gerakan Lyra dan Orion. Senjata rakitan di tangan mereka—kombinasi aneh antara teknologi tua dan komponen modifikasi—terarah mantap.
"Jangan bergerak. Kalian tidak sendirian di sini," suara wanita paruh baya yang memperkenalkan diri sebagai Kalia terdengar jelas di keheningan yang tegang itu. Tatapannya yang tajam meneliti Lyra dan Orion dari ujung rambut sampai ujung kaki.
"Siapa kalian? Bagaimana kalian menemukan tempat ini?" tanyanya lagi, nadanya tidak mengancam, tapi juga tidak ramah. Hanya datar dan penuh tuntutan.
Orion, meskipun jantungnya berdebar kencang, mencoba memproyeksikan ketenangan. Ia tahu kesan pertama sangat penting. "Nama saya Orion. Ini Lyra," katanya pelan, sengaja tidak menggunakan unit identifikasi mereka. "Kami… kami melarikan diri dari sistem di atas. Kami mencari perlindungan."
"Banyak yang mencari perlindungan di Sektor Reruntuhan," balas Kalia skeptis. "Tapi sedikit yang sampai sejauh ini. Dan lebih sedikit lagi yang terlihat seperti… kalian." Matanya tertuju pada sisa-sisa potongan pakaian Alpha Orion yang, meskipun compang-camping, masih menunjukkan kualitas material yang berbeda. "Seorang Alpha dan seorang Gamma? Kombinasi yang tidak biasa untuk buronan."
"Kami menemukan petunjuk," Lyra menyela, suaranya terdengar lebih mantap dari yang ia rasakan. Ia menunjuk pada buku kulit usang yang masih dipegang erat oleh Orion. "Dari teks kuno ini. Simbol-simbol di dalamnya membawa kami ke sini."
Kalia menyipitkan mata saat melihat buku itu. Ada kilatan keterkejutan yang cepat melintas di wajahnya sebelum ia berhasil mengendalikannya. Ia memberi isyarat pada salah satu anak buahnya, seorang pria bertubuh kekar dengan bekas luka di pipi, untuk memeriksa buku itu. Orion ragu sejenak, lalu menyerahkannya dengan hati-hati. Pria itu memeriksanya sekilas, lalu mengembalikannya pada Kalia.
Kalia membolak-balik halaman rapuh itu dengan jari-jari yang, meskipun kasar karena kerja keras, bergerak dengan kelembutan tak terduga. Ia berhenti pada halaman dengan simbol geometris yang Lyra tunjukkan. "Kode Para Leluhur," gumamnya pelan, lebih pada dirinya sendiri. Lalu ia menatap Lyra dan Orion lagi, tatapannya kini lebih intens, penuh selidik. "Kalian bisa membacanya? Memahami isinya?"
"Sebagian," jawab Orion. "Kami menemukannya secara tidak sengaja. Isinya… bertentangan dengan semua yang diajarkan sistem. Tentang emosi, koneksi, kebebasan jiwa…"
"Bahasa yang berbahaya untuk diucapkan," potong Kalia. Ia memberi isyarat pada kelompoknya. "Bawa mereka."
Lyra dan Orion saling pandang dengan cemas saat kelompok itu mengapit mereka, tidak lagi menodongkan senjata tapi tetap menjaga jarak waspada. Mereka digiring menjauh dari reruntuhan perpustakaan, menuju lorong tersembunyi lain yang tertutup oleh ilusi holografik sederhana namun efektif, menyerupai dinding batu runtuh.