Pagi itu di sebuah kota di ujung barat, pondok kecil berdiri kokoh ditengah hamparan sawah nun luas, kebun-kebun menghiasi seluruh halaman, seperti yang diinginkan oleh kakek ketika ia hendak pergi berkelana meninggalkan kekasihnya dalam kurun waktu yang cukup lama, mencari tempat persinggahan yang akan ia nikmati di hari tuanya nanti, bersama kekasih yang akan menjadi istrinya, seorang wanita cantik jelita, putih memukau, meluluhkan hati semua pria hingga ke dasar jiwa, mengikat mereka dalam satu hubungan pernikahan.
****************************
Kakek terbangun dari tidurnya, menatap ke arah jendela yang tampak bercahaya. Kakek mengangkat kedua tangannya lalu bersyukur mengucapkan Do'a
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُوْرِ
"Alhamdullillahilladzi ahyaanaa bada maa amaatanaa wa ilaihin nushur"
[artinya: Segala puji bagi Allah, yang telah membangunkan kami setelah menidurkan kami dan kepada-Nya lah kami dibangkitkan].
(HR. Bukhari no. 6325)
"sudah pagi ternyata" gumam kakek dengan nada bicaranya yang lembut, ia menatap wajah pulas istrinya yang masih cantik, meskipun dalam mimpi yang membawanya sesaat. Kakek menyentuh kulit lembut nun begitu halus, ia tersenyum dan sedikit meneteskan air mata kebahagiaan.
"Tidaklah pagi begitu tenang, melainkan indahmu yang senantiasa menyinari hatiku. Dan tidakpula pagi akan mendung melainkan kesedihanmu yang menyakiti hatiku."
Bergegas kakek bangkit dari tempat tidurnya, berjalan perlahan guna mengambil baju koko yang mengambang di lemari pakaian, peci bergantungan, dan sebuah tongkat tersandar pada dinding di balik pintu,
"Aku tidak melihatmu dari titik terbutaku, melainkan pada ucap serta salam yang engkau suguhkan bersama waktu."
Kakek mengambil baju kokonya yang tergantung di lemari pakaiannya, ia mengenakannya dari kanan terlebih dahulu, dirapikannya baju koko yang telah menempel ditubuhnya, kakek menutup lemari pakaiannya lalu tampaklah duplikat dirinya sendiri, kakek tersenyum dengan pelan ia kembali menoleh kepada istrinya yang masih terlelap dalam mimpinya.
"Kekasih, bukanlah aku yang menjadikan diriku begitu mencintaimu, melainkan telah dilabuhkannya engkau pada sebuah hati yang mendambakan kasih sayang, rindu yang dahulunya terlihat samar, perlahan mulai menemukan jalannya, berkasih sayang dalam pelukan, berucap salam yang kembali aku hantarkan setiap kali aku kembali pulang."
Kakek menghampiri istrinya, dengan senyum ia mengusap kepala istrinya, dengan sedikit membungkuk diberikannya kecupan hangat dalam untaian syair sederhana.
"Terima kasih untuk sosok yang indah ini."
Kakek membalikan tubuhnya, ia berjalan perlahan menuju pintu kamarnya, dimana disana tergantung peci hitam dan tongkat yang tersender, kakek menggapai peci hitatamnya, memakainya, lalu ia gapai sebuah tongkat berukuran sedang menghentakkannya ke lantai.