Kota Patrakomala

Annisa Insyirah
Chapter #2

Deja vu

Tio POV (Deja vu)

Namaku Tio arbian yusuf, aku hanyalah seorang remaja laki-laki biasa. Hari ini aku bangun di pagi hari seperti biasa, sarapan lalu berangkat sekolah seperti biasa, namun entah mengapa menjelang jam istirahat tiba-tiba saja aku merasa tidak enak badan dan memutuskan untuk beristirahat di uks. Aku terbangun karena mimpi buruk yang membuat sekujur tubuhku nyaris basah, namun apa yang kualami sekarang ini kuharap hanyalah bagian dari mimpiku tadi. Mimpi buruk yang terjadi di kotaku yang dulu penuh dengan kebahagiaan, mereka menyebutnya Kota Patrakomala.

“Aaarrrgghhh!” suara yang bergema di telingaku kini semakin lama semakin terasa dekat.

Mengikuti intuisi, aku melangkahkan kaki secepat dan sejauh mungkin dari suara-suara itu. Bibirku bergetar senada kaki yang terus membawa tubuh ini tak tentu arah. Saat ini koridor sekolah yang kulewati penuh dengan darah dan beberapa potongan tubuh manusia yang berserakan. bau darah yang menyengat menusuk hidung namun entah mengapa membuatku ingin menangis.belum sempat aku menarik nafas yang tersendat karena pemandangan menyeramkan tadi tiba-tiba saja terlihat ujung sepatu anak perempuan yang begitu mungil, pemilik kaki itu keluar dari sebuah kelas yang nampak sepi,tak ada orang-orang yang keluar dari kelas tersebut. Tubuhku gemetar bahkan kakiku seolah mati rasa, Secara spontan tubuhku terduduk di lantai dan sangat sulit untuk digerakkan.

Aku memberanikan diri melihat wajah anak perempuan itu,wajahnya mirip seperti boneka, senyumnya terasa mati dengan tatapannya yang nampak kosong, seolah-olah menghirup semua energi yang tersisa di diriku.

Perlahan anak itu mendekatiku, tangannya yang berlumuran darah itu sama persis dengan anak perempuan berdress putih di halaman belakang tadi. Tapi sosok ini berbeda, dia memang memiliki aura yang sama seperti perempuan tadi, aura membunuh yang menakutkan. Tetapi wajah dan ekspresinya sangatlah berbeda, Wajahnya nampak mengisyaratkan kesepian.

“Kamu sendirian?” anak perempuan itu bertanya dengan sepasang mata yang entah melihat ke arah mana.

Aku tak sanggup berkata apapun tapi berusaha sekuat tenaga mengangguk pelan menjawab pertanyaan dari si anak perempuan itu.

Tiba-tiba suara teriakan yang tadinya sudah nyaris tak terdengar itu kembali seraya langkah pelan anak perempuan itu pergi meninggalkanku.aku yang bingung dan ketakutan perlahan mencoba menenangkan diri untuk melihat apa yang terjadi. Aku berdiri dan menegakkan tubuh yang masih gemetar ini, aku melihat sosok anak perempuan tadi sedang menuju koridor sebelah yang dari tempatku berdiri nampaklah sangat jelas karena hanya terpisah oleh jendela.

Terlihat beberapa orang disana, mereka menggunakan seragam yang beberapa bagiannya telah ternoda oleh darah, beberapa wajah dari mereka nampak tak asing. Mereka saat ini sedang mencoba melawan dengan senjata seadanya. Salah satu dari mereka nampak kekar dia bahkan membawa tongkat pemukul yang sepertinya dia dapatkan dari mematahkan bangku kelas. Matanya penuh keoptimisan, dia menatap tajam ke arah dua anak kecil berlumuran darah yang mengepung mereka.

Ya, mungkin awalnya mereka dikejar satu anak kecil namun sekarang di hadapan mereka terdapat dua anak kecil yang menyeramkan. Satu si wajah mati nan kesepian yang tadi melewatiku dan satunya seorang anak laki-laki yang matanya tertutup kain gelap hingga yang Nampak hanyalah seringainya yang lebar.

“Pergi kalian Monster!” kata si pria kekar dengan lantang.

 “hihihi,mereka bagianku hihihi” kata anak laki-laki dengan penutup mata yang tak memperdulikan kata-kata si pria kekar itu.

“mereka yang berkelompok adalah bagianku” balas si wajah mati.

“hihihi,kalau begitu kamu juga akan kubu…”

Belum sempat si anak berpenutup mata itu meneruskan kalimatnya tiba-tiba saja kepalanya sudah terpenggal. Darah segar keluar dari bagian tubuhnya yang terpotong. Si wajah mati memandangnya dengan tatapan kosong.

“hihihi, beraninya kau memotongku!” kata-kata itu keluar dari kepala si anak berpenutup mata yang terpotong tadi.

Kelompok itu hanya terdiam mereka hanya dapat melihat dengan ketakutan ke arah dua monster kecil itu. Aku mencoba menarik nafas karena sesaat tadi nafasku terhenti dikarenakan ketegangan yang timbul dari adegan yang baru saja kulihat.

“menakutkan, bahkan saat kepalanya terpenggal monster-monster berwujud anak kecil itu tidak juga mati”kataku ketakutan.

Aku dengan keberuntungan ini dibiarkan hidup oleh salah satu monster kecil itu, namun mataku kini sedang melihat dua moster kecil berkelahi, mereka saling memenggal dan memotong bagian tubuh satu dengan yang lainnya bergantian.

Namun mereka tidak kunjung mati?!

Tubuh bagian atas mereka yang terpotong perlahan tumbuh kembali,dan tubuh yang terpotong lainnya terlihat tidak bergerak lagi. Kelompok yang dari tadi hanya terdiam tak berkutik itu sekarang telah bermandikan darah bahkan beberapa bagian dari tubuh mereka berwarna merah terbalut cipratan darah dari dua monster kecil itu.

Aku mencoba untuk melarikan diri dari tempatnya beranjak,namun belum terlalu jauh dia melangkah tiba-tiba terdengar teriakkan dari si pria kekar.

“Semuanya berpencar!” teriakan itu begitu lantang terdengar hingga ujung koridor tempatku berdiri.

Mereka yang berkelompok itu berpencar ke segala arah yang dapat mereka jangkau,dua monster itu belum sepenuhnya pulih dari regenerasi mereka hingga kesulitan untuk mengejar kelompok tersebut.

“hihihi,gara-gara kamu mereka kabur kan!” bentak anak berpenutup mata.

Si wajah mati tidak menanggapi, sepertinya dia hanya berfokus kepada siapa yang berlari lebih dari satu orang.

Di sisi lain aku mencoba membalikkan badanku secepatnya, namun aku melihat seorang perempuan cantik berseragam sepertiku, perempuan itu salah satu dari kelompok si pria kekar tadi, dia sedang berlari sekuat mungkin ke arahku.

Lihat selengkapnya