Kota Patrakomala

Annisa Insyirah
Chapter #5

Kekuatan (2)

Tanpa banyak berpikir lebih jauh aku segera berlari ke lantai satu untuk menjemput hanin dan haki, sebelum aku memasuki ruangan aku memperlambat langkah dan berjalan memutar untuk menghampiri hanin dan haki yang berada di ujung ruangan. Aku mendekati mereka pelan dan meminta agar mereka ikut untuk keluar dari tempat memuakkan ini, di luar dugaan hanin dan haki setuju meski nampak ketakutan tapi mereka memberanikan diri untuk mengikutiku dan melangkahkan kakinya dari tempat mereka melihat ayahnya terbunuh.

“tunggu dulu kamu mau bawa mereka kemana?” Tanya salah seorang lelaki muda menghampiriku.

“roni memintanya untuk membujuk mereka untuk pindah karena membuat risih yang lain” jawab pak andri yang datang tiba-tiba.

“begitukah? Ya mereka memang masih kecil tapi harusnya mereka bisa belajar ikhlas dan berterima kasih karena telah diberi kesempatan hidup meski memiliki kemungkinan kalau para monster itu berasal dari anak kecil” kata lelaki muda itu melantur.

“karena itulah dia harus cepat memindahkan mereka, kamu juga pergilah bukannya kamu harus membantu menyediakan makan malam” perintah pak andri.

“ya, ya mentang-mentang kuat kamu berasa penting ya dasar!” kata lelaki muda itu sambil mengomel pergi meninggalkan kami.

“pak andri terima kasih tapi apa yang bapak rencanakan sebenarnya?” tanyaku penasaran.

“kamu harus cepat membawa mereka ke pintu belakang, aku sudah memeriksa keadaan dan aman, setelah pria yang pecandu itu aku kunci di atap dan satu orang yang mesum menghilang, penjagaan mereka jadi melemah, orang-orang yang berada di pihak mereka pun tidak banyak membantu contohnya orang tadi jadi kamu pasti akan selamat sampai mobil” jelas pak andri.

“orang mesum maksud bapak pasti orang yang aku suntik pakai suntikan yang bapak kasih, lalu saat aku membawa mereka apa yang akan bapak lakukan?” tanyaku lagi.

“setelah aku mengatakannya berjanjilah untuk keluar dari sini bersama hesti dan yang lainnya jangan pernah kembali lagi kesini” ucapnya serius.

“baiklah!” kataku yakin.

Pak andri membawaku ke tampat yang sepi disana dia memakaikan jaket pada hanin dan haki dan menunjukan penguburan kepala ayah mereka yang dia lakukan dan rekam di handphonenya, semula dia diperintah roni untuk membuang kepala ayah mereka jauh namun dia kembali keluar dan menguburnya tepatnya sebelum dia bertemu dengan aku,tio dan ryan. Hanin dan haki menangis mengingat ayahnya namun mereka berjanji untuk berjuang hidup agar perjuangan ayahnya hingga mengorbankan nyawa demi mereka tidak sia-sia. Pak andri yang menatap mereka dengan lembut itu kemudian mengalihkan pandangannya padaku dalam dia berpikir sejenak sebelum memulai pembicaraan.

“Aku adalah kakak hesti” katanya tenang.

“a,apa? Aku baru tahu” kataku kaget.

“adikku itu sangat keras kepala dia tidak mau meninggalkan orang-orang yang terluka disini, tapi keadaan disini tak seaman kelihatannya. Saat aku memeriksa basement bergantian dengan orang-orang sesat itu ada satu monster disana yang berbentuk seperti kepompong raksasa kelihatannya memang tidak berbahaya namun aku menyadari perlahan para monster itu masuk ke basement sedikit demi sedikit karena kepompong itu” jelas pak andri.

“kepompong?” tanyaku bingung.

“ya, kepompong itu mengeluarkan bisikan mengajak untuk mendekat dan akan terdengar jelas jika kita menempelkan telinga aku sangat yakin dialah yang membuat para monster berkumpul di basement. Awalnya aku dan yang lain hanya ingin pergi dari sini karena tak ingin berada di bawah keyakinan sesat roni dan teman-temannya hanya untuk berlindung dari monster tapi melihat jumlah monster yang semakin banyak membuatku berpikir untuk mempercepat rencana kabur kami dari genggaman roni” jelasnya lagi.

“bapak tidak bermaksud untuk membuka barikade basement dan membuat monsternya masuk begitu saja kan?” tanyaku meyakinkan diri.

Pak andri hanya tersenyum simpul mendengar pertanyaanku, dia memberi ku beberapa suntikan pelumpuh yang berada di dalam sebuah tas pinggang kemudian dia berjalan melewatiku tanpa menoleh ke belakang. Punggungnya yang bidang berjalan pelan menuju ujung koridor ini.

“sampaikan kepada adikku hesti untuk berjuang hidup. Dan tolong jangan biarkan dia tahu kalau aku melakukan hal yang biadab seperti ini” katanya sambil berjalan menjauh.

“kenapa pak? Bapak tidak perlu sampai melakukan hal seperti ini kan?” kataku menahan tangis melihatnya berjalan menjauh.

“kamu tahu kenapa mereka mengumpulkan orang-orang? Mereka akan menumbalkan orang-orang disini untuk para monster, mereka memang berencana membuatku terbunuh. Dan untuk rencana ini aku hanya menggunakan ide mereka lebih awal sebelum mereka serta orang-orang yang mereka butuhkan untuk hidup sempat kabur. Aku sudah mencoba membujuk orang-orang untuk ikut pergi tapi mereka justru melaporkan kami akibatnya kami dipukuli karena memberontak. aku telah memberi mereka kesempatan sekarang orang-orang itu hanya perlu berjuang untuk bertahan hidup” jelasnya lagi.

“tunggu pak” kataku ragu.

“maafkan aku tapi dalam beberapa jam saja tanganku sudah dipenuhi darah hanya demi bertahan hidup, kelakuan manusia itu lucu bukan?” katanya sambil berlari dan dengan cepat menghilang dari pandangan kami.

Aku hanya dapat terdiam selama beberapa saat sampai hanin memegang tanganku dengan tangannya yang mungil itu erat. Aku yang tadinya bimbang menguatkan hati dan mengingat janjiku pada dessy untuk membawanya pulang ke rumah. Aku menggendong hanin dan haki setelah menguatkan tas pinggang yang kudapat dari pak andri. Koridor yang panjang dan berliku ini nampak terasa sunyi sebelum sebuah teriakkan mengawali badai yang bergema ke seluruh ruangan. Aku mengambil ancang-ancang dan berlari menuju pintu belakang yang berada tak jauh dari koridor ini. Angin yang berhembus dari pintu belakang yang terbuka seolah mengalun bersama dengan suara orang-orang yang berteriak, kenapa aku berlari? Kenapa aku tidak pergi menolong orang-orang itu? Kenapa aku hanya berusaha untuk orang yang aku mau? Aku bahkan tidak menghentikan pak andri hanya karena dia menginginkan untuk melakukan hal itu? Dessy, maafkan aku bahkan aku belum menjadi orang yang kuat untuk mempertahankan hidup seseorang hingga sekarang.

Langkah kakiku berhenti tepat setelah keluar dari pintu belakang, aku melihat sekeliling untuk menemukan mobil yang dimaksud di kejauhan aku melihat tio dan ryan berdiri di atas atap mobil dengan senapan mereka, sepertinya yang mengendarai mobil adalah suami dari istri yang hamil, mobil itu mendekat ke arahku segera aku menaikinya bersama hanin dan haki. Pak mike dan dokter hesti telah berada di dalam. Mobil pun dijalanankan bersamaan dengan aku yang memasuki mobil. Beberapa monster yang tersisa mengejar kami namun tio dan ryan bekerjasama melumpuhkan mereka dengan senapan dari atap mobil dan dua orang lelaki muda yang duduk di bagasi mobil yang dibuka membantu dengan senapan lainnya. Terdapat seorang perempuan yang sepertinya lebih muda dariku duduk di dekat kaca mobil yang dibuka sambil memberikan peluru untuk tio dan ryan sementara wanita yang hamil itu memberikan peluru pada dua lelaki yang duduk di bagasi. Tubuh dessy duduk di depan bersama dokter hesti.

“ghiska, apa kau tidak melihat andri di dalam?” Tanya dokter hesti panik.

“maaf dokter, pak andri mengorbankan dirinya untuk menolong kami” kataku sambil menunduk.

“tidak, kakak…” kata dokter hesti menahan tangisnya yang tak terbendung mendengar kabar kakaknya itu.

“dokter, pak andri mengatakan kalau dia meminta dokter untuk berjuang hidup, bertahanlah!” kataku menyemangati.

Lihat selengkapnya