Saat ini aku sedang berpura-pura bersikap cuek kepada laki-laki yang sedang berada di depanku. Aku berusaha cuek, tapi yang kulihat dia malah asik dengan handphonenya sambil menyeruput caramel macchiato yang kami pesan beberapa menit lalu. Dasar nggak peka!
Udah tahu ceweknya lagi ngambek, malah sibuk main handphone.
Aku memukul meja itu dengan sedikit keras sehingga terdengar sahutan dari laki-laki yang saat ini dia, pacarku.
Pacarku. Ya ampun! Rasanya aku ingin terbang melayang sambil melihat bintang-bintang saat mengingat bagaimana cara dia menyatakan cintanya saat itu. Nggak ada bunga, nggak ada coklat, bahkan kata romantis saja tidak keluar dari bibir merah muda itu. Dia menyatakan perasaannya kepadaku di perpustakaan pukul 2 siang saat shoppe 10 10 big sale haha. Aku ingat kalimat yang dia ucapkan saat itu adalah...
"Bil, lo tau kan kalau sampel non polar itu mudah larut sama pelarut non polar?"
Aku mengangguk."Tau kak."
Kemudian dia memegang tanganku dan berucap," jadi boleh kan kalau gue minta kita satuin misi kita, menjadi sebuah ikatan kovalen yang saling membutuhkan, gimana?"
Aku mengerutkan kening sambil mencerna kata-katanya saat ini.
"Maksud Kakak, apa Kakak barusan nembak aku?" tanyaku padanya sambil tersenyum bahagia.
Dia menghembuskan napas kesal. "Masa lo nggak paham juga sih?" tanyanya dengan menatap tajam ke arahku sambil menunjukkan ekspresi tak sukanya itu.
Aku tersenyum dan merasa bahagia sekali mendengar pernyataan itu. Ya walaupun, ngungkapin perasaanya dengan kalimat yang berbau kimia. Gapapa kok! Kimia juga romantis.
"Jadi, gimana jawaban lo?" tanya laki-laki yang ada di hadapanku ini dengan menaikkan satu alisnya sambil tersenyum tipis.
"Aku malu kak" ucapku spontan sambil menutup wajahku dengan kedua tanganku.
Melihat yang kulakukan saat ini, dia malah sedang tersenyum geli dan berusaha agar aku mau menatapnya kembali.
"Buka deh, sini liat gue" pintanya padaku.
Kemudian aku membuka mata dan kembali menatapnya. Ya tuhan, rasanya Jantungku berdetak lebih kencang dari biasanya.
"Gimana Bil?" tanyanya.
"Umm...oksigen kalium ya Kak, hehehe" jawabku dengan malu-malu.
"Serius nih lo jawab oksigen kalium?"
"Iya Kak Dipha, oksigen kalium (ok)".
Dia langsung memelukku dan memegang tanganku dengan erat.
"Makasih ya" ucapnya sambil mengacak rambutku dengan pelan.
Ah! Lagi-lagi aku ingat kejadian saat manusia kulkas menyatakan cintanya padaku. Selain dingin, dia juga sangat ketus dengan kata-kata sepedas cabai. Meski dia tidak romantis, tidak peka, tidak humoris tapi aku bahagia menjadi alasannya tersenyum walau senyumnya itu terlihat tipis. Selesai sudah aku mengingat itu semua.
"Lo kenapa?" tanyanya kepadaku. Aku masih sedikit marah karena dia yang tiba-tiba akan melanjutkan pendidikanya di Belanda. Bukannya aku tidak suka jika dia mengejar mimpinya, tapi bagiku ini terlalu cepat untuk dia meninggalkanku.
"Ihhh...sebel deh sama Kak Dipha. Pokoknya aku gamau temenan sama kakak!" ucapku memalingkan muka tanpa menatap matanya.
"Kita kan pacaran, bukan temenan!" sahutnya datar.
Benar-benar tidak mengerti perasaanku sama sekali.
"Lagian kak Dipha ngapain sih pake kuliah di Belanda segala. Jelas-jelas di indonesia aja banyak kampus terbaik" ucapku dengan nada yang sengaja kubuat-buat.
"Gue kan dapat beasiswa di Belanda, makanya lo belajar yang rajin biar bisa nyusul gue kesana, jangan bikin tiktok mulu."
"Bila udah belajar yang rajin Kak, tapi tetep aja nilaiku juga mentok segitu. Dan kalau soal tiktok, itu sama sekali gaada pengaruh sama nilai-nilaiku. Aku kasih tahu ya Kak, dengan bikin tiktok, bakal buat hari kita bersemangat dan bahagia, nggak kayak Kakak muka datar sikap kek kulkas gitu mulu" cerocosku tak henti-henti.
"Terserah lo, apapun yang lo lakuin asal itu baik buat hidup lo, gue dukung aja."
"Kak Dipha..."
"Apa?" tanyanya sambil memasang wajah datar seperti biasanya.