Maret, 2020
Jarum jam menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Matahari baru bergerak naik saat terdengar suara dari sebuah kamar di lantai dua.
“Kalian ngapain jam segini di kamar gue?!” Kanaya terbangun karena selimutnya ditarik oleh tiga anak kecil yang berjejer di depan tempat tidurnya. Selimut itu sekarang sudah menutupi kepala Ruby, salah satu anak rusuh itu.
“Bangun, Tante Naaayyy. Udah pagi tauuu.”
“Jangan tidur mulu, dong.”
“Anak kecil ngapain pada bangun pagi-pagi sik?! Tidur lagi sana!”
“Aku dong, udah mandi.” Jawab Raka dengan nada pamer. "Tante Nay, masa masih asem."
“Mbak! Anak lo nih!”
“Raka! Ajak adek-adeknya keluar. Ngapain pagi-pagi gangguin Tante Nay?” Tara berteriak dari meja makan.
Mendengar suara ibunya, Raka berlari keluar kamar, “Kita kan disuruh Eyang buat bangunin Tante Nay, dong.”
“Aku nggak ada kuliah pagi, Bu! Baru tidur jam tiga nih!”
Kanaya mencari selimutnya yang sekarang dipakai Ruby bermain hantu-hantuan. “Hiiiiii ... aku ghost tempat tiduuurrr...”
“Mamaaa, ada ghost tempat tidur! Takuuuttt!” Iva berlari menuruni tangga dan menempel di kaki Tara yang sedang menyiapkan sarapan untuk Cakra.
Kanaya melihat adegan itu dengan kepala berdenyut karena nyawanya masih mengambang. Dia menarik selimutnya dengan cepat.
“Kamu juga keluar sana. Nanti Tante Nay panggilin ghost tempat tidur beneran lho.”
“Hiiiiii ... aku ghost-nya tauuu...” Ruby memasang wajah sok seram lalu keluar mencari Iva.
Kanaya menutup pintunya dengan kasar dan kembali bergelung di tempat tidur. Ini masih terlalu pagi untuk memulai harinya. Gambar 3D museum batik yang dia buat untuk tugas studio saja belum selesai rendering di laptopnya.
Kehebohan dari kamar Kanaya berlanjut ke meja makan.
Luna sesekali melirik Ruby yang masih asyik bermain dengan Iva, sementara tangannya sibuk membuat kopi untuk suaminya.