Malam Buat Pacaran
Punya satu kakak laki-laki saja sudah membuat kehidupan remaja Kanaya kocar kacir. Setiap laki-laki yang ke rumah, harus diinterogasi dulu oleh Cakra. Belum lagi masalah menginap yang wajib menyerahkan proposal minimal seminggu sebelumnya.
Walaupun di lubuk hati terdalam, Kanaya tahu jika Cakra hanya memenuhi janjinya ke ayah untuk menjaga adik-adiknya. Karena tidak seperti kakak-kakaknya yang fase coming of age-nya ditemani ayah, Kanaya tidak bisa merasakan hal itu.
Saat Luna menikah, dia mengira dengan sifat Damar yang lebih santai, kakak laki-laki barunya ini dapat membuat Cakra lebih santai. Tapi ternyata tidak. Sekarang masalahnya menjadi dua kali lipat. Seperti malam ini.
Pacar baru Kanaya datang untuk malam mingguan. Namanya Juno, kuliah jurusan teknik lingkungan, rumahnya di Pondok Indah, sebelumnya dia pernah pacaran tiga kali, mereka baru pacaran satu bulan, Juno tertarik karena menurutnya Kanaya itu seru, dan datang dengan sebungkus martabak coklat kacang (yang diam-diam membuat Cakra tersenyum).
Kira-kira itu beberapa jawaban dari banyak pertanyaan kedua kakaknya selama satu jam mereka menginterogasi laki-laki ini. Kasihan.
“Mas, gue udah boleh ketemu pacar gue belom sih?” Kanaya bertanya setengah memaksa.
“Oke. Boleh.
Tapi jangan macem-macem. Dan jangan harap lo boleh pacaran di kamar. Di sini aja cukup.”
“Harus ngelewatin tahun ke berapa dulu nih, baru boleh pacaran ke kamar?”
“Dua.” Jawab Damar mengacungkan dua jari tangannya dan tersenyum jahil.
“Heh! Kamu malah ngasih ide lagi!” Teriak Luna yang dari tadi menguping pembicaraan mereka.
“SIP! Dua tahun boleh masuk kamar ya. Janji!”
“Lewatin enam bulan dulu aja, Nay.”
Kayaknya hanya Cakra yang hafal di luar kepala track record percintaan Kanaya yang tidak pernah menyentuh angka enam bulan.
“Akhirnya berdua juga.” Setelah ruang tamu sepi, Kanaya menggeser duduknya ke sebelah Juno sampai lengan mereka menempel. “Maaf ya, aku lupa kasih tahu soal Kakak aku.”
“Iya, nggak apa-apa. Namanya juga Kakak cowok.”
“Maaf lagi, kita nggak jadi nonton. Badan aku lagi kurang oke kalo dibawa jalan-jalan.”
“Minggu depan masih ada kok filmnya. Pokoknya kamu sehat aja dulu.”
“Tapi kalo dicium sih aku sehat-sehat aja.”
“Hahaha ... Mananya sini yang mau dicium?”
Saat Kanaya mendekatkan wajahnya ke Juno, tiba-tiba terdengar suara kecil.
“Cieee ... Tante Nay pacaraaannn ...”
“Om namanya siapa?”
“Aku princess, Tante Nay.”
Tiga anak kecil yang sedang disuapi ibunya di ruang tengah sekarang sudah berada di depannya, menatap pasangan baru itu dengan mata bulat. Yang satu bahkan berputar untuk menunjukkan rok pink-nya yang mengembang. Badan Kanaya refleks menjauh.
Tergopoh-gopoh, Tara dan Luna menarik anak-anak mereka.
“Heh! Makanannya abisin dulu!”
“Raka, ayo sini. Jangan gangguin Tante Nay.”
Dia lupa, anak-anak ini masih segar karena tadi siang tidur lebih lama dari biasanya. Mengingat hari-harinya yang sudah cukup rusuh mendengarkan celotehan tiga anak ini, sekarang Kanaya hanya ingin pacaran dengan tenang.
Mau kangen-kangenan sama pacar aja susah banget, sih?! Berbekal niat itu, Kanaya menggandeng Juno keluar dari rumahnya.
“Bu, aku ke rumah Harsa yaaa!”
.
Rumah Kedua Kanaya