KPR (Kapan Pindah Rumah?)

Annisa Diandari Putri
Chapter #5

Sate Padangnya Pindah

"Aku mau pindah."

“Hah? Siapa yang pindah?”

“Sate padangnya pindah, Bu.” Luna mengulurkan satu porsi sate padang ke tangan ibu. “Makanya tadi ojek online-nya nyari-nyari dulu, ternyata pindah ke depan ATM. Untung masih ketemu."

Hari ini ulang tahun Raka.

Sejak mereka kecil, keluarga ini memiliki kebiasaan untuk makan bersama saat ada anggota keluarga yang berulang tahun. Pokoknya apapun kesibukan mereka hari itu, ayah mengharuskan untuk tetap menyisihkan waktu untuk keluarga. Dan sampai sekarang, acara makan bersama ini tetap dipertahankan.

Biasanya yang berulang tahun akan memilih restaurant mana yang akan mereka datangi. Tapi karena malam ini yang berulang tahun sedang demam, jadi mereka memutuskan untuk memesan makanan melalui ojek online dan makan malam bersama di rumah.

“Mau makan apa?”

“Aku terserah aja.” Suara Tara terdengar dari kamar ibu. Dia sedang menemani Raka yang baru tertidur.

“Bakso!”

“Bakso mulu lo, Nay. Steak lah.”

“Kalo steak enakan makan langsung di sana. Nanti pesennya medium, pas dateng well done. Kalo pizza aja gimana?”

“Kan minggu lalu baru makan pizza. Ikan goreng asem manis lah, mantap!”

“Kalo Ibu lagi pengen makan apa?” Tanya Cakra.

“Ibu sih lagi pengen sate padang.”

“Kalo Ibu pengen sate padang, berarti kita makan sate padang. Pesen gih, Mas.” Ujar Kanaya pasrah.

Empat puluh lima menit kemudian, delapan porsi sate padang dan dua porsi sate ayam untuk anak-anak mendarat dengan selamat. Kanaya mengantarkan satu bungkus kepada tante Anna, sahabat ibu yang tinggal di belakang rumah mereka, yang ulang tahunnya sama dengan Raka. Satu porsi lagi untuk Harsa yang sedang sendirian di rumah dan sibuk dengan tugasnya.

Dengan sate dan keripik pedas di tangannya, Cakra melanjutkan kalimat yang diucapkannya di awal, “Bukan sate padang, tapi aku yang mau pindah.”

Kalimat Cakra membuat Kanaya menghentikan kesibukannya mencari kerupuk kulit.

“Kemana?”

"Bandung.”

Saat Tara -setelah memastikan Raka betul-betul pulas- keluar dari kamar ibu, mereka semua melihat ke arahnya. Ingin menegaskan penyataan Cakra, mungkin tadi mereka salah mendengar. Perempuan itu mengambil tempat di samping suaminya.

“Mas Cakra dapet penempatan di Bandung. Katanya cabang Bandung lagi butuh orang. Suratnya baru keluar hari ini.”

“Emang bank nggak ada orang lain yang bisa ditaro di Bandung selain lo?”

“Waktu tanda tangan kontrak jadi officer dua tahun lalu, emang ada peraturan kalo harus siap ditempatin di mana aja...” Tara melihat suaminya sebelum meneruskan kalimatnya. “Setau Mas Cakra, Jakarta masih butuh banyak orang jadi kita pikir kita nggak akan pindah kemana-mana. Tapi ternyata, sekarang malah dapet penempatan di Bandung.”

“Kenapa baru bilang sekarang, Mas?”

“Kemarin-kemarin gue belum bilang karena suratnya emang belum keluar. Gue juga masih nanya ke orang-orang, ada kemungkinan buat bisa tetap di Jakarta nggak. Mungkin pindah kantor atau ke cabang lain gitu. Tapi ternyata nggak bisa. Hari ini suratnya keluar, rumah dinas juga udah disiapin.

Maaf, Bu. Cakra nggak bisa nolak. Udah keputusan kantor.”

Hening mengisi ruang keluarga. Tidak ada yang berani untuk mengeluarkan pendapatnya. Semua menunggu ibu. Hanya terdengar suara Ruby dan Iva yang sedang berebut sate kulit.

“Bu, ngomong dong. Jangan diem terus. Cakra bingung, kalo Ibu kaya gini.”

" ... ”

“Raka bukannya mau masuk TK, Mas?" Tanya Luna

Lihat selengkapnya