Rumah Baru
Sudah enam bulan sejak Cakra pindah ke Bandung. Rumah rasanya lebih sepi. Tidak ada suara anak kecil selain Ruby. Tidak ada lagi yang menyuapi dengan gaya gymnastics. Kolam kecil yang dulu tempat ikan-ikan milik Cakra, sekarang kembali kosong.
Dan tidak ada lagi yang menemani ibu mengobrol di siang hari. Biasanya ibu suka bercerita kepada Tara, sembari dia mengasuh anaknya. Cerita apa saja, dari kehidupan mereka saat masih ada ayah, sampai gosip terbaru minggu ini. Sejak Tara pindah, ibu jadi lebih sering bercengkerama dengan tante Anna.
Ada yang kehilangan, ada juga yang berbahagia. Walaupun pagi Kanaya terkadang masih disibukkan dengan kedatangan Ruby di kamarnya, tapi setidaknya terasa lebih tenang dengan berkurangnya dua anak kecil lainnya.
Sayangnya karena pekerjaan yang banyak, Cakra tidak bisa terlalu sering mampir ke Jakarta. Selama enam bulan ini, kedatangan Cakra bisa dihitung dengan dua tangan. Sebagai gantinya, ibu lebih sering video call dengan Tara untuk melihat cucu-cucunya. Seperti pagi ini.
“Iva, sini dulu. Eyang mau ketemu Iva nih.”
“Halo Eyanggg! Aku punya rok baru lhooo.” Rok birunya mengembang mengikuti putaran kakinya. “Aku jadi Cinderella!”
“Waaahhh, bagus banget. Dibeliin siapa, cantik?”
“Dibeliin Papa.”
“Mas Raka mana?”
“Lagi bobo sama Papa."
"Mas Cakra abis lembur, Bu. Lagi banyak pendingan kerjaan soalnya.” Sebagai istri, Tara mencoba menjelaskan mengapa sudah jam sepuluh pagi tapi suaminya masih tidur nyenyak.
“Iva kangen nggak sama Eyang?”
“Kangennn bangettt.”
Melihat Iva memeluk Tara dengan kencang, ada desir iri yang masuk ke hati ibu. Tapi langsung ditepisnya jauh-jauh. Mungkin anak sulungnya itu sedang sibuk.
“Rumah baik-baik aja, Nduk?”
“Baik, Bu. Kadang aku panggil orang buat bantu bersihin rumah, kalo kerjaan aku lagi banyak. Masih adaptasi soalnya. Susah ya, ngurus rumah sendiri.”
“Vitamin Cakra masih diminum kan?”
“Masih kok, Bu.
Maaf ya kita belum bisa ke sana, kerjaan Mas Cakra lagi banyak banget. Pulangnya juga malem terus. Makanya kalo weekend, kadang suka aku biarin tidur sampe siang.”
“Iya, Nduk, nggak apa apa. Yang penting semua sehat.”
“Gula darah Ibu gimana? Masih normal? Aku..." Ucapannya terpotong saat melihat Iva yang kepalanya terantuk meja.
“Hei, kamu nggak apa-apa?” Suara Tara terdengar menjauh.
“Nggak kok, Ma...” Sementara mamanya panik, Iva hanya mengusap dahinya lalu kembali menari mengikuti lagu dari TV.
“Maaf, Bu. Itu Iva kejedot tadi.
Tadi aku mau bilang, aku beliin strip tes gula darah buat Ibu. Soalnya minggu lalu kan Ibu bilang, udah mau abis. Udah dikirim kok, nanti kabarin ya kalo udah sampe.”
“Makasi, Nduk.”
Luna yang melihat ibu sedang mengobrol dengan Tara, langsung menghampirinya.
“Hai!”
“Iva, Tante Luna nih! Sini dulu! Kasih lihat dong rok cantiknya.”
“Iva punya rok baru lhooo.” Dia kembali berputar. Anak perempuan dan princess memang tidak bisa dipisahkan.
“Ih, cantik banget. Besok-besok minta crown-nya juga dong sama Papa.”
“Ruby mana, Tante?”
“Ruby lagi jalan-jalan sama Om Damar. Mau beli yupi.”
“Mama, aku mau juga yupi kaya Ruby.”
“Iya, nanti minta Papa ya. Kalo udah bangun.”