KPR (Kapan Pindah Rumah?)

Annisa Diandari Putri
Chapter #15

Sakit Pinggang

Bersalah

Sudah dua bulan sejak kejadian ibu jatuh di kamar mandi. Sepertinya ibu sudah mulai membaik, meskipun terkadang dia masih meminta bantuan jika ingin bangun dari tempat tidur. Ibu yang bersikeras tidak ingin ke dokter, akhirnya harus mengalah saat Luna meminta bude datang ke rumah untuk memeriksanya.

Menurut bude, tidak ada masalah di pinggangnya. Kemungkinan ibu hanya masih takut jika jatuh lagi. Bude juga memberikan obat gosok yang biasa digunakan ayah, jika pinggang ibu terasa agak linu.

Dengan keadaan ibu yang seperti ini, pencarian rumah terpaksa dihentikan untuk sementara. Melihat Luna yang selalu di rumah saat weekend membuat ibu lebih tenang. Dia tidak lagi berusaha mencegah Luna untuk pindah dari rumah ini. Tidak lagi terdengar perdebatan di antara mereka berdua. Untuk sementara, suasana menjadi lebih damai.

Walaupun Luna harus menahan keinginannya, tapi mungkin ini lebih baik, setidaknya untuk sekarang. Untuk saat ini, kesehatan ibu jauh lebih penting. Setiap melihat ibu berbaring di tempat tidur, membuatnya merasa bersalah.

Mungkin hari itu ibu terus teringat dengan perkataan Luna beberapa jam sebelumnya dan membuat perhatiannya teralihkan untuk sesaat. Yang akhirnya membuatnya terjatuh. Sepertinya mulai hari ini, Luna harus berfikir lebih lama sebelum mengatakan isi kepalanya kepada ibu.

.

Snack Tengah Malam

Suatu malam, saat sedang mengerjakan maket untuk presentasi kelas studio, perut Kanaya memberi signal minta diisi. Berkonsentrasi membuat puluhan pohon dari tusuk gigi memang menyita tenaganya. Mengingat masih ada mie instan rasa gulai tunjang yang dia beli waktu itu, Kanaya berjalan keluar kamar. Jam dinding menunjukkan pukul dua pagi. Saat yang tepat untuk snack tengah malam.

Untuk mahasiswa arsitektur, ini masih terlalu awal untuk tidur.

Eh tunggu ... apa itu tidur?

Semacam tumbuhan kacang-kacangan?

Dari depan kamarnya di lantai dua, Kanaya bisa melihat ke lantai satu dengan jelas. Tepatnya ke arah kamar mandi. Sebelum sempat melangkahkan kaki lebih jauh dari pintu kamarnya, Kanaya melihat seseorang yang berjalan keluar dari kamar mandi.

Setelah mematikan lampu, perempuan itu meregangkan badannya. Dia menarik tangannya ke atas, lalu memutar pinggangnya. Setelah mungkin terasa sudah cukup lemas, dia kembali ke kamarnya. Kamar dengan pintu kayu dan gantungan “welcome” berwarna kuning.

Kanaya mengerutkan keningnya. Otaknya mencerna semua informasi yang baru saja dia lihat.

Ibu yang sore tadi masih mengeluh pinggangnya terasa sakit, mengapa baru saja berjalan dengan santai? Bahkan bisa menekuk pinggangnya. There must be something fishy going on.

Mie instan di lemari dapur sudah dilupakannya. Kanaya kembali ke kamar, mengambil HP yang tersembunyi di antara potongan karton beermat 1,6 mm, lalu mengirimkan Whatsapp ke Luna. Sebagai mata-mata yang baik, dia harus memberitahukan semua yang dia lihat as soon as possible. Walaupun mungkin pesannya baru dibaca besok pagi.

Kanaya baru saja membuka keripik kentang yang dia simpan di laci meja, saat pintu kamarnya terbuka lebar.

“Lo liat apa?!” Luna menerobos masuk kamarnya dengan wajah setengah sadar.

Lihat selengkapnya